Indef Nilai Omnibus Law Bisa Tambah Konflik Agraria di KEK

CNN Indonesia
Selasa, 03 Nov 2020 08:45 WIB
Indef menilai sejumlah poin dalam omnibus law berpotensi memunculkan konflik agraria di kawasan ekonomi khusus (KEK).
Indef menilai sejumlah poin dalam omnibus law berpotensi memunculkan konflik agraria di kawasan ekonomi khusus (KEK).(ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc)
Jakarta, CNN Indonesia --

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai sejumlah poin dalam Omnibus Law atau Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) berpotensi memunculkan konflik agraria di kawasan ekonomi khusus (KEK).

Pasalnya, UU Ciptaker merevisi ketentuan Pasal 10 UU nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam beleid tersebut, KEK masuk dalam kategori kawasan untuk kepentingan umum.

"Itu harus diusahakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Jadi, selama itu untuk KEK, akan terus diusahakan. Ini juga harus jadi sorotan, bahwa nanti bisa jadi beberapa tanah digusur dengan kompensasi yang tidak begitu besar," ucapnya dalam diskusi virtual yang digelar Indef, Senin (2/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Andry juga mengatakan ketentuan UU Ciptaker yang merevisi UU 39/2009 tentang UU KEK membuat pemerintah daerah kehilangan banyak wewenang. Salah satunya dalam revisi Pasal 4 di mana pemerintah pusat tak perlu menunggu dukungan dari Pemda untuk membangun KEK.

"Untuk pasal 4 kriteria tanpa persetujuan daerah dan bahkan daerah didorong untuk menyetujui apa usulan dari pemerintah," tutur Andry.

Di luar masalah tersebut, Andry juga mempertanyakan Pasal 1 ayat 7 dan pasal 3 ayat 7 UU Ciptaker terkait peran pelaku usaha dalam KEK yang masih belum jelas. Dalam pasal tersebut disebutkan pelaku usaha adalah orang yang menjalankan kegiatan usaha KEK.

Jika dibandingkan dengan pasal yang sama dalam UU 39 tahun 2009, tertulis pelaku usaha adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha orang perseorangan yang melakukan kegiatan usaha di KEK.

"Mungkin hampir sama keduanya, tapi kalau kami lihat sih sebetulnya dari definisinya sendiri agak rancu. Apakah memang pelaku yang tidak berbadan hukum bisa masuk ke dalam KEK?" ujarnya.

Sementara dalam Pasal 3 ayat 7 UU Ciptaker tak banyak perubahan signifikan terkait keberadaan UMKM dan koperasi dalam KE. Kemudian yang terkait badan usaha, tak ada perubahan dalam UU Cipta Kerja pasal 5 ayat 2. Secara substansi masih sama dengan UU 39 tahun 2009 Pasal 1 ayat 6.

Badan usaha yang disebut dalam beleid itu di antaranya adalah BUMN, BUMD, koperasi, badan usaha swasta berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha patungan atau konsorsium.

Karena itu, ia berharap UU Cipta Kerja ini lebih jelas lagi terkait pengaturan terkait KEK. Sehingga suatu kawasan ini bisa mendorong perekonomian jauh lebih baik daripada kawasan yang lainnya.=

[Gambas:Video CNN]



(hrf/age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER