Ekonom UGM Sorot Peran Minim Ekspor RI di Pasar Global

CNN Indonesia
Jumat, 13 Nov 2020 13:21 WIB
Ekonom dan akademisi Universitas Gadjah Mada Poppy Ismalina mengungkapkan ekspor RI hanya berkontribusi sekitar 0,8 persen dari transaksi global.
Ekonom dan akademisi Universitas Gadjah Mada Poppy Ismalina mengungkapkan ekspor RI hanya berkontribusi sekitar 0,8 persen dari transaksi global. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ekonom dan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Poppy Ismalina menyorot lambatnya kinerja perdagangan internasional di era kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi).

Rendahnya aktivitas perdagangan internasional yang hanya 20 persen dari dinamika ekonomi Indonesia itu dinilai menjadi alasan rendahnya penetrasi produk dalam negeri di pasar global. Ujung-ujungnya, Indonesia kalah bersaing dalam perdagangan dunia.

Poppy menyebutkan persentase total ekspor Indonesia hanya 0,8 persen dari transaksi global. Sementara, 0,5 persen di antaranya disumbangkan dari ekspor produk manufaktur yang merupakan andalan Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat pandemi covid-19 hal ini menjadi 'berkah' karena perekonomian Indonesia tidak tergantung kepada pasar global. Namun, setelah pandemi berakhir ia melihat permasalahan serius ini harus segera dibenahi.

"Penetrasi produk, persentase total ekspor hanya 0,8 persen dari seluruh transaksi produk global. Tidak sampai 1 persen, sangat rendah," katanya pada diskusi daring Greenpeace bertajuk Evaluasi Setahun Jokowi Bidang Ekonomi dan Lingkungan: Tranformasi atau Kemunduran? pada Jumat (13/11).

Selain itu, dia juga menyoroti soal rendahnya variasi produk ekspor, kalah dari negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura.

Dia bilang sejak 1996-2017, diversifikasi produk ekspor Indonesia tidak berkembang. Padahal, secara global telah terjadi pergeseran dari tumpuan ekspor sektor primer menjadi sektor jasa.

Sektor primer adalah ekspor yang memanfaatkan sumber daya alam secara langsung, mencakup pertanian, kehutanan, perikanan, dan pertambangan.

"Variasi produk juga sangat rendah, di bawah Malaysia, Singapura sudah biasa. Tapi kalah dari Vietnam, Thailand ini suatu kecemasan bagi saya," imbuhnya.

Di sisi lain, ia juga mencatatkan prestasi di era kepemimpinan Jokowi. Salah satunya, status naik kelas Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income).

Status yang disematkan kepada Indonesia sejak Juli 2020 ini disebutnya tak mudah didapatkan dan perlu kerja keras dari seluruh lini pemerintah. Oleh karena itu, ia menilai masyarakat perlu ikut mengapresiasi hal ini.

[Gambas:Video CNN]

Lalu, juga perbaikan kemudahan berbisnis di Indonesia. Survei Bank Dunia terhadap 18 ribu investor global ini menyatakan RI secara signifikan berhasil memudahkan investor dalam berbisnis.

Pada 2014 Indonesia menempati posisi ke-120, namun melonjak menjadi rangking 73 pada 2019 lalu. Prestasi ini disebutnya sejalan dengan keinginan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang masif dengan meluncurnya Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.

"Ini mendapat pengakuan internasional dan ini mesti kita anggap sebagai prestasi meski sekalipun ada kontroversi," tutupnya.

(wel/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER