PT Indosterling Optima Investa (IOI) buka suara terkait dugaan gagal bayar produk investasi High Yield Promissory Notes (HYPN) senilai Rp95 miliar kepada 58 nasabah lanjut usia (lansia).
Dugaan itu kini berujung pada penetapan Direktur Utama Indosterling Sean William Hanley oleh Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana operasional dan keuangan.
Kuasa hukum Indosterling Hardodi mengakui bahwa gagal bayar memang terjadi pada produk investasi perusahaan. Sebab perusahaan belum bisa membayar pemberian keuntungan dan pengembalian dana yang sudah jatuh tempo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terhitung pembayaran keuntungan berhenti sejak April 2020. Hal ini terjadi sebagai dampak tekanan ekonomi dari pandemi virus corona atau covid-19.
"Penyebabnya gagal bayar sejak April 2020 dikarenakan covid," ujar Hardodi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (17/11).
Ia menekankan masalah gagal bayar murni karena dampak pandemi, bukan hal lain. "Sebelum covid, semua berjalan normal, kewajiban klien kami tetap dilakukan sesuai perjanjian," katanya.
Kendati begitu, ia belum mengungkap seperti apa gambaran kondisi keuangan perusahaan saat ini. Begitu juga dengan nominal kewajiban bayar yang belum dilunasi kepada nasabah.
Ia juga belum membeberkan sebenarnya apa saja langkah-langkah penyelesaian masalah yang sudah diberikan perusahaan kepada para nasabah.
Namun, sebelumnya, Andreas, kuasa hukum para nasabah yang menggugat, menyatakan perusahaan pernah berencana mencairkan aset properti di daerah Menteng, Jakarta Pusat, dengan nilai Rp74 miliar. Namun, aset tersebut muncul di situs jual beli properti dengan harga hanya Rp39 miliar.
"Tapi kemudian tidak jelas apa itu tetap jadi dijual untuk gantikan dana nasabah atau tidak," ungkap Andreas pada kesempatan terpisah.
Tiba-tiba, sambung Andreas, perusahaan mengaku sudah menindaklanjuti masalah pembayaran ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hal ini tertuang dalam Surat Perkara Nomor 174/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Jkt.Pst tertanggal 29 Juni 2020.
Dalam surat itu, Indosterling mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) agar pembayaran dapat ditunda paling lama 45 hari sejak putusan pengadilan.
"Masalahnya, dari semua klien yang saya tangani tidak ada yang ikut PKPU sama sekali, tapi perusahaan mengaku sudah bisa menjalankan PKPU. Padahal, ini hasilnya ini tidak ada jaminan pengembalian dana dan dana disebutkan bisa dicicil hingga tujuh tahun," tuturnya.
Saat ini, belum ada titik terang pengembalian dana para nasabah dari Indosterling. Maka dari itu, 58 nasabah melalui Andreas melaporkan Dirut Indosterling ke Bareskrim Polri.
Bareskrim pun sudah menetapkan Dirut Indosterling sebagai tersangka, namun tidak ditahan. Alasannya, kata Andreas, karena pihak hukum menilai yang bersangkutan sudah kooperatif dalam masalah ini.
Namun, Andreas tetap meminta Bareskrim untuk menahan Dirut Indosterling dan mencekalnya agar tidak bisa kabur.
(uli/agt)