Cerita Lansia Uang Berobat 'Ditelan' Indosterling

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Selasa, 17 Nov 2020 06:45 WIB
Dua lansia kasus dugaan gagal bayar Indosterling mengaku rencana berobat sirna karena dana yang diinvestasikannya raib.
Dua lansia kasus dugaan gagal bayar Indosterling mengaku rencana berobat sirna karena dana yang diinvestasikannya raib. (Screenshot via web indosterlinggroup.com).
Jakarta, CNN Indonesia --

Rencana Doni, nasabah kasus dugaan gagal bayar PT Indosterling Optima Investa (IOI), menjalani pengobatan stroke dan saraf mata sirna seketika. Jangankan berobat, untuk makan sehari-hari dan menghidupi dua anak-anaknya yang masih tinggal dengannya pun, ia harus 'gali lubang, tutup lubang'.

Semua bermula dari keikutsertaannya pada produk investasi dari Indosterling pada September 2019. Kala itu, pria berusia 62 tahun ini tergiur dengan iming-iming imbal hasil sebesar 11 persen per tahun dari produk High Yield Promissory Notes (HYPN). 

Ia mengetahui produk investasi tersebut dari seorang pegawai bank tempatnya menyimpan dana yang disisihkan dari gaji setiap bulan dan tunjangan pensiun dari kantornya yang bergerak di bidang alat teknik. Suatu ketika, pegawai bank yang merangkap agen produk investasi Indosterling menawarkan HYPN kepadanya. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi, dia kenalkan produk Indosterling ini, katanya lebih bagus, aman, bunga tinggi sampai 11 persen, ada izin OJK, dan izin BI. Ya saya pikir karena sudah pensiun dan butuh dana untuk berobat pada tahun depan, ya sudah saya ikut," ujarnya, kepada CNNIndonesia.com, Senin (16/11). 

Dana senilai Rp1 miliar pun disetorkannya ke Indosterling untuk membeli produk investasi itu. Niat coba-coba itu rupanya membuahkan hasil.

Selang sebulan, ia sudah otomatis mendapatkan transfer bunga dari investasinya di rekening bank. Namun, setelah enam bulan mendapat cuan, transfer keuntungan itu berhenti, tepatnya keuntungan terakhir masuk pada Maret 2020. 

"Pas April berhenti, sudah tidak ada lagi. Saya tanya ke agen itu, tapi jawabnya tidak tahu terus, banyak alasannya, tiba-tiba dia dari yang mudah ditemui juga jadi susah. Bilangnya selalu belum ada kabar dari perusahaan," cerita Doni. 

[Gambas:Video CNN]

Doni pun 'kasak-kusuk' mencari tahu. Ternyata, ada banyak nasabah yang senasib, bahkan mayoritas juga merupakan kalangan lanjut usia (lansia) seperti dirinya. 

Doni akhirnya memilih bersinergi dengan para nasabah ini untuk menyewa seorang kuasa hukum bernama Andreas.

Lewat Andreas, para nasabah dengan jumlah mencapai 58 orang ini meminta pembayaran bunga dan pengembalian dana yang jatuh tempo per September-Oktober 2020. 

"Tiba-tiba saya dengar dari Pak Andreas sudah ada PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) dari Pengadilan. Padahal, kami tidak pernah tahu. Hasilnya ditawari dana akan dikembalikan secara cicil empat sampai tujuh tahun. Tapi ini lama ya, tidak dalam waktu dekat, padahal kami sudah pada butuh," ujarnya. 

Doni merasa jalan keluar yang ditawarkan Indosterling sangat tidak adil. Sebab, tidak jelas pula berapa persen yang akan dibayar perusahaan kepada nasabah setiap tahunnya. 

Ia juga mengaku ragu dengan keseriusan perusahaan untuk menepati janjinya. "Sementara saya kumpulkan uangnya berpuluh-puluh tahun, kasih ke mereka langsung dalam jumlah besar, sekarang tidak ada uangnya malah mau dicicil lagi. Jadi kami tuntut agar ada tanggung jawab ke pihak berwajib," ucapnya. 

Kendati begitu, Doni mengaku tidak punya harapan muluk. Ia juga tidak ingin ada hukuman yang terlalu berbelit bagi manajemen perusahaan. Asalkan uangnya bisa segera kembali. 

"Yang penting cepat saja dan kalau bisa dikembalikan sekaligus, ya syukur-syukur tetap ada bunganya, tapi kalau tidak ya sudah, karena saya butuh cepat kembali uang itu untuk berobat," keluhnya. 

Tidak hanya Doni, nasib buruk juga menimpa Anna, nasabah lainnya. Dana persiapan hari tua dan pengobatan ibunya juga raib di tangan Indosterling. 

Padahal, dana senilai Rp600 juta yang diinvestasikan ke Indosterling dikumpulkan dalam waktu puluhan tahun dari hasil berjualan kue kering sembari mengisi perut anggota keluarga sehari-hari. Kini, di usianya ke 78 tahun, ia justru tidak bisa menikmati hasil jerih payahnya. 

"Sekarang butuh sekali dananya untuk pengobatan mama, tapi tidak bisa cair. Terakhir saya dengan mau dicicil selama empat sampai lima tahun, tapi tahun pertamanya cuma dibayar 2,5 persen, kan kecil sekali, tidak cukup untuk berobat," kata Anna. 

Dari sini, Anna juga berharap agar dana itu bisa segera dikembalikan oleh Indosterling. Ia bahkan tak peduli apa hukuman yang sekiranya patut diberikan kepada manajemen, asalkan dana bisa dicairkan. 

"Tidak masalah tidak ada hukumannya (untuk manajemen perusahaan), asal uangnya segera kembali karena untuk berobat," pungkasnya.

Saat CNNIndonesia.com menghubungi Direktur Utama Indosterling Sean William Hanley, yang bersangkutan meminta redaksi mengontak Hardodi selaku kuasa hukum. Namun, yang terkait pun belum merespons pesan singkat.

(bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER