Sri Mulyani Sempat Kesulitan Buat Kebijakan Pemulihan Ekonomi

CNN Indonesia
Rabu, 18 Nov 2020 11:20 WIB
Menkeu Sri Mulyani mengaku sempat kesulitan dalam merancang kebijakan pemulihan ekonomi nasional dari tekanan corona karena tak ada data lengkap.
Sri Mulyani mengatakan sempat kesulitan merumuskan kebijakan pemulihan ekonomi nasional karena kesulitan data. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku sempat kesulitan merumuskan kebijakan jaring pengaman sosial dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) karena tak adanya data lengkap yang bisa digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan kebijakan itu.

Hal ini membuat pemerintah menghadapi dilema antara mengutamakan kecepatan atau akurasi.

Memang, kata Sri Mulyani, pemerintah cukup terbantu oleh teknologi digital untuk dapat mengelola bantuan pandemi covid-19. Namun ketika data yang dimiliki tak lengkap, maka akurasi jadi hal yang perlu diperbaiki sembari program berjalan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami dapat dengan mudah menargetkan orang-orang tersebut secara langsung ke akun mereka. Sehingga tidak akan ada hambatan Birokrasi. Tapi kami tidak punya data lengkap di Indonesia. Sehingga menjadi tantangan bagi Jaring Pengaman Sosial dan UMKM," ucapnya dalam Bloomberg Economy Forum, Rabu (18/11).

Selain kebijakan jaring pengaman sosial, pemerintah juga kesulitan dalam merumuskan kebijakan bagi dunia usaha. Pasalnya tak ada data historis perusahaan sektor apa saja yang terdampak krisis kesehatan seperti pandemi covid-19.

"Untuk urusan bisnis, pertama kami dengarkan mereka. Pertama-tama mereka bertanya apakah ada dukungan untuk pemerintah," imbuh Sri Mulyani.

[Gambas:Video CNN]

Tak hanya dalam perencanaan, pemerintah juga kesulitan dalam hal menjalankan program yang telah dirancang. Hal tersebut membuat realisasi program terhambat dan efeknya untuk mendorong roda perekonomian tak begitu besar.

Belum lagi, situasi pandemi ternyata lebih buruk dari yang semula diperkirakan pemerintah.

"Awalnya kami memperkirakan bisnis akan segera menjadi normal, ternyata tidak, mereka beroperasi mungkin hanya 50 persen atau bahkan 25 persen," tuturnya.

Karena itulah, lanjut Sri Mulyani, pemerintah akhirnya merancang dan mendesain ulang kebijakan yang tak efektif.

"Ini adalah bidang di mana kami benar-benar harus melihat data situasi masyarakat dan kemudian benar-benar berpikir keras apa instrumen dan kebijakan terbaik yang memihak mereka yang terkena dampak Covid," tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyampaikan bahwa meski terdapat tanda-tanda pemulihan ekonomi pada kuartal III 2020, ancaman krisis yang lebih panjang masih mengintai.

Pasalnya, covid-19 masih ada dan beberapa negara juga telah menghadapi gelombang kedua pandemi yang membuat kondisi mereka yang sebelumnya mulai membaik kembali memburuk.

Hal ini juga akan membuat pemulihan ekonomi menjadi lebih sulit sebab konsumsi masyarakat kelas menengah atas akan tertahan karena ketidakyakinan mereka terhadap keamanan kesehatan ketika hendak berbelanja.

"Sangat penting untuk memulihkan kepercayaan konsumen, tetapi kepercayaan sangat bergantung pada apakah covid dapat ditangani, vaksin kita dapat ditemukan dan kemudian didistribusikan secara merata," tandasnya.

(hrf/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER