Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pekan lalu menguat 2,03 persen, menetap di level 5.571. Tercatat, asing melakukan beli bersih sebesar Rp1,06 triliun.
Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia Suria Darma menilai indeks pada pekan ini berpotensi melanjutkan penguatan meski cenderung terbatas. Pasalnya, ia meyakini pasar modal dalam negeri memiliki fundamental yang kuat dan ditopang oleh perekonomian yang cukup tangguh.
Dia mengaku tidak menyangka sepanjang November ini indeks mampu melonjak ke levelnya sekarang, selama satu bulan terakhir saja indeks secara kumulatif menguat hingga 9,25 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, di beberapa tahun terakhir, IHSG cenderung melemah jelang akhir tahun sebelum lepas landas pada Desember. Karenanya, ia tak terlalu khawatir jika akan terjadi koreksi wajar pada pekan ini karena investor mulai ambil untung.
Malah, koreksi merupakan tanda bahwa kenaikan merupakan mekanisme pasar yang sehat.
"Jumat lalu walau terkoreksi, indeks masih kuat di 5.571. Masih kuat karena lokal investor memang kuat sekali sekarang. kalau saya pikir sampai akhir tahun berpotensi naik terus," katanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (23/11).
Namun, tentu investor juga harus mencermati faktor eksternal, seperti penambahan kasus covid-19. Saat ini, tercatat sebanyak 55,6 juta kasus secara global sedangkan di Indonesia sebesar 498 ribu kasus.
![]() |
Lagi, menurut Suria, banyak data perekonomian yang sudah dirilis seperti suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) untuk November dan neraca pembayaran kuartal III. Sehingga, indeks dinilai akan lebih stabil pada pekan terakhir November.
Lebih lanjut, dengan turunnya suku bunga acuan menjadi 3,75 persen, ia menyebut sektor yang mengandalkan kredit akan diuntungkan, seperti sektor properti dan konstruksi.
"Perusahaan yang banyak utang seperti konstruksi dan properti akan diuntungkan karena beban bunganya menjadi lebih ringan," imbuhnya.
Sehingga, menurut Suria, saham-saham di sektor terkait menarik untuk dipantau. Rekomendasinya, saham PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk atau PTPP dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA.
Samuel Sekuritas membanderol harga target PTPP sebesar 1.200 dan WIKA sebesar 1.600.
Sementara, untuk sektor properti, ia menyarankan saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dengan harga target masing-masing sebesar 531 dan 833.
Saham lain yang mencuri perhatiannya, yaitu PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau TLKM. Saham menarik dikoleksi karena Menteri BUMN Erick Thohir meminta manajement TLKM untuk meningkatkan kapitalisasi saham menjadi Rp450 triliun.
Dengan target tersebut, otomatis harga saat ini, yakni 3.220 jauh dari target tersebut. Dengan kapitalisasi sebesar Rp450 triliun, TLKM setidaknya pantas dibanderol di harga 4.500.
"Pasti orang spekulasi ke sana, tahun depan TLKM masih ada peluang karena target price (harga) kita saja 4.300, jadi peluang memang masih ada," ungkapnya.
Pengamat Pasar Modal sekaligus Analis Riska Afriani optimistis indeks masih akan bertumbuh karena ditopang oleh optimisme keampuhan vaksin corona racikan Moderna dan Pfizer dengan efektivitas vaksin di atas 90 persen.
Dengan hadirnya vaksin yang ditargetkan mulai didistribusikan di RI awal tahun depan, ia menilai pandemi tak menjadi topik 'panas' yang berpotensi mengganjal indeks.
Investor, kata Riska, cenderung melihat ke pemulihan ekonomi pasca pandemi. Pun demikian, investor masih akan terus memantau kelancaran distribusi vaksin.
Selain vaksin, faktor lain yang menentukan pemulihan ekonomi dalam negeri adalah daya beli masyarakat. Dari Indeks Harga Konsumen (IHK), Badan Pusat Statistik mencatat inflasi 0,07 persen pada Oktober setelah 3 bulan sebelumnya mengalami deflasi secara berturut-turut.
Riska melihat inflasi merupakan sinyal perbaikan daya beli masyarakat. Apalagi, survei BI menyebut inflasi November naik menjadi 0,21 persen.
"Oktober terjadi inflasi, artinya daya beli masyarakat sudah terlihat membaik. Juga dilihat dari indeks kepercayaan konsumen dan tingkat kepercayaan bisnis pun sudah membaik," terangnya.
Ditopang oleh penurunan suku bunga acuan, ia menilai sektor otomotif akan menjadi salah satu sektor yang diuntungkan karena sebagian besar penjualan kendaraan bermotor dilakukan lewat cicilan kredit.
Meski tak berdampak secara instan karena akan terjadi penyesuaian di sektor perbankan terlebih dahulu, namun untuk jangka menengah-panjang, saham di bidang terkait bakal terdampak positif.
Dia bilang saham PT Astra Internasional Tbk (ASII) masih dapat dikoleksi dengan harga target Rp7.500.
Lebih lanjut, sektor perbankan juga diprediksi akan menikmati efek positif dari kebijakan BI.
Pun pendapatan bunga perbankan bakal menurun, namun diperkirakan penyaluran kredit akan menanjak. Ini akan tetap menguntungkan perbankan, mengingat perbankan tengah kesulitan menyalurkan kredit.
Harapannya, kian murahnya bunga bank akan menjadi katalis pendorong bagi dunia usaha dan masyarakat untuk mulai mengambil pinjaman.
Riska merekomendasikan saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk atau BMRI dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, namun ia tak menetapkan harga target untuk keduanya.