Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional Paulus Agung Pambudhi mengatakan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang menjadi turunan UU Cipta Kerja masih mandek alias belum beranjak ke mana-mana.
Salah satu dari empat beleid turunan klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja itu hingga kini masih dibahas tim internal pemerintah dan belum dibawa ke forum tripartit.
"RPP Jaminan Kehilangan Pekerjaan belum bergerak ke mana-mana, belum sampai ke tripartit tetapi baru di pemerintahan," ucapnya dalam diskusi virtual yang digelar KPPOD, Senin (30/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung menyampaikan RPP terkait JKP merupakan yang paling lambat di antara tiga RPP lain di kluster Ketenagakerjaan yang hampir rampung. Penyebabnya, karena aturan tersebut akan berimplikasi kepada kebijakan pemerintah daerah.
Sayangnya, kata Agung, dalam rapat-rapat yang dilakukan pemerintah, Kementerian Dalam Negeri kurang terlibat aktif.
"Karena saya saat ini di DJSN mengikuti rapat internal pemerintahan unfortunately dalam konteks ini Kemendagri belum banyak terlibat meskipun sudah diundang di sana," ucap Agung.
Ia mengatakan program JKP memberikan manfaat berbentuk cash benefit, pelatihan dan akses ke lapangan kerja bagi penerima manfaat. Itu merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan.
"Peran Kemendagri, peran pemda akan sangat luas di bagian kedua dan ketiga yaitu yang terkait dengan pelatihan dan akses pasar tenaga kerja. Kalau bagian pertama relatively tidak karena itu akan ditangani BPJS ketenagakerjaan," ucapnya.
Memang terkait dengan hal pelatihan serta akses ke lapangan kerja bisa diurus oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Namun karena program tersebut tidak terpusat di satu kota, maka pemerintah daerah punya tanggungjawab dalam hal persiapan pelaksanaannya
"Yang justru persoalan adalah poin kedua dan ketiga. Itu adalah hal sangat kompleks. Itu lah yang menyebabkan RPP ini belum bergerak lebih jauh sementara kalau cash benefitnya relatif sederhana," katanya.