Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tengah mengidentifikasi transfer dana ke sejumlah negara di Afrika oleh perantara atau penampung aliran dana (money mules) terkait tindak kejahatan siber di Indonesia.
Kabid Penyelenggaraan Diklat PPATK Yusup Darmaputra mengungkapkan transfer tersebut dilakukan ke beberapa negara memiliki risiko tinggi kasus fraud seperti Afrika Selatan, Ghana, Nigeria dan Kenya. Para money mules tersebut, kata Yusup, diduga merupakan bagian dari Nigerian Scams.
"Karena memang banyak sekali pelakunya warga negara Nigeria, dan uangnya ditransfer ke beberapa negara di Afrika," ucapnya dalam webinar bertajuk Membedah Tindak Pidana Siber Sebagai Tindak Pidana Asal TPPU, Selasa (1/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nigerian Scams merupakan sindikat kejahatan internasional jaringan Nigeria-Indonesia dengan modus operandi Business Email Compromise (BEC).
Menurut Yusup sindikat ini merupakan bagian dari komplotan CT, HS, DSA, dan NRN yang bekerja bersama dalam hal pemalsuan surat untuk membuka dan mengaksess rekening atas nama PT STI dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang ditangani Kejari Serang pada 2019.
Dalam hal ini, PT STI menerima transfer dana hasil penipuan yang dialami sebuah perusahaan di Argentina dengan kerugian US$3.321.000.
"Kasus PT STI ini sebelumnya sudah diputus oleh Kejaksaan Negeri Serang. Kejari menyita aset US$3.320 itu atau sekitar Rp4,39 miliar" ucapnya.
Sejauh ini, PPATK telah menerima 24 informasi (inquiry) terkait sindikat tersebut dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Polri, Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
"Selain itu terkait sindikat ini, PPATK sudah menerima 3 informasi spontan dari Financial Intelligence Unit (FIU) negara lain terkait adanya indikasi fraud," pungkasnya.