Diskriminasi Sawit, RI Siap Gugat Uni Eropa ke WTO pada 2021

CNN Indonesia
Kamis, 17 Des 2020 13:40 WIB
Indonesia tengah menyusun dokumen gugatan terhadap Renewable Energy Directives II (RED II) Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Indonesia tengah menyusun dokumen gugatan terhadap Renewable Energy Directives II (RED II) Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Ilustrasi. (ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah tengah mempersiapkan dokumen gugatan yang akan disampaikan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terhadap Uni Eropa. Dalam dokumen itu, Indonesia menggugat Arahan Energi Terbarukan II atau Renewable Energy Directives II (RED II) Uni Eropa yang dinilai mendiskriminasikan kelapa sawit.

"Kami bersama pemangku kepentingan, kuasa hukum dan beberapa ahli sadang menyusun dokumen gugatan yang rencananya akan kami masukan ke WTO awal tahun depan," jelas Kepala Subdirektorat Produk Agro Direktorat Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Donny Tamtama, dalam diskusi Masa Depan Sawit Indonesia di Pasar Uni Eropa Pasca Covid-19, Kamis (17/12).

Setelah memasukkan dokumen gugatan, lanjut Donny, proses selanjutnya adalah hearing, sidang, penyampaian dokumen gugatan kedua, sidang kedua hingga keputusan akhir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Final report mungkin awal 2022," ujarnya.

Ia menjelaskan Uni Eropa merupakan salah satu pangsa pasar terbesar ekspor sawit Indonesia, yakni 12 persen. Pasar terbesar minyak sawit Indonesia lainnya adalah China sebesar 18 persen, India 18 persen, dan Pakistan 8 persen.

Di sisi lain, ia menuturkan tren ekspor minyak sawit ke Uni Eropa menurun secara rata-rata bulanan pada Januari-Oktober 2020. Tercatat, rata-rata nilai ekspor ke Uni Eropa turun 2,41 persen, sedangkan rata-rata volume ekspor turun 0,56 persen.

Namun, secara tahunan nilai ekspor periode Januari-Oktober 2020 meningkat 4,39 persen dari periode yang sama tahun lalu menjadi US$2,48 miliar.

"Kalau kami lihat di sini, Uni Eropa cukup penting bagi Indonesia sebagai tujuan ekspor. Itulah kenapa kami perlu untuk jaga pasar sawit di Uni Eropa," ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud mengungkapkan Indonesia sudah memiliki 3 strategi dalam menghadapi Uni Eropa dalam panel diskusi (joint working group) antara Asia Tenggara dan Uni Eropa nantinya.

Pertama, pemerintah tidak hanya berbicara mengenai minyak sawit tapi juga minyak nabati (vegetable oil) lainnya. Tujuannya, supaya terdapat kesetaraan bahwa bukan hanya minyak sawit yang menjadi tudingan tapi seluruh minyak nabati lainnya di Uni Eropa dan Amerika.

Bahkan, jika dilihat dari sisi produktivitas minyak sawit mampu menghasilkan 4 kilogram (kg) per 1 hektar (ha). Sedangkan, minyak nabati lain lebih sedikit.

"Secara logika lahan 1 ha menghasilkan 1/4 kg minyak ini, kalau kelapa sawit 4 kg minyak. Tentu saja yang drive deforestasi adalah yang hasilkan 1/4 kg," ucapnya.

Kedua, pemerintah akan membahas peran masing-masing minyak nabati pada isu Sustainable Development Goals (SDGs) secara menyeluruh, bukan hanya faktor lingkungan.

Ketiga, pemerintah akan membahas isu ekonomi dan sosial terkait kelapa sawit. Ia menuturkan banyak masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada industri kelapa sawit.

[Gambas:Video CNN]

"Ini yang akan menjadi bagian kami nanti menghadapi joint working group ke depan, jadi bukan hanya palm oil tapi vegetable oil yang menjadi tujuan utama penyelenggaraan Asean dan Uni Eropa working group," katanya.

Untuk diketahui, dalam RED II, Uni Eropa menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman berisiko tinggi (high risk) terhadap deforestasi. Untuk itu, Uni Eropa akan membatasi dan secara bertahap bakal menghapuskan penggunaan minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) untuk biodiesel.

(ulf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER