Hasil jejak pendapat (polling) yang diselenggarakan CNNIndonesia.com melalui fitur Twitter polls menempatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai menteri ekonomi terbaik pada 2020.
Ani, sapaan akrabnya, unggul dari tiga menteri ekonomi lain, yaitu Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Bendahara negara itu mengumpulkan 46,1 persen dari total 1.151 suara di Twitter polls CNNIndonesia.com. Sementara, Basuki mengantongi 26,8 persen, Erick 23,2 persen, dan Ida 3,9 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Rugikan Negara, PNS Koruptor Masih Digaji |
Ani memang bukan tokoh sembarangan. Jabatan sebagai menteri keuangan sudah dua kali digenggamnya di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pertama, saat diminta Jokowi meninggalkan kursi direktur pelaksana Bank Dunia dan masuk ke Kabinet Kerja pada 2016. Kedua, saat Jokowi memulai era kepemimpinan periode kedua melalui Kabinet Indonesia Maju.
Tak hanya di era Jokowi, Ani bahkan sudah pernah 'menguasai' Lapangan Banteng, kawasan berdirinya kantor Kementerian Keuangan, sejak era Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ia menjadi bendahara negara era SBY selama 2005-2010 hingga akhirnya hengkang ke Bank Dunia. Pada era pemerintahan SBY, Ani juga pernah diberi kepercayaan menjadi Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada 2008-2009.
Ia menggantikan Boediono yang kala itu ditarik SBY menjadi gubernur BI dan akhirnya calon wakil presiden untuk berlaga di Pemilihan Presiden 2009. Ani juga pernah menduduki jabatan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional pada 2004-2005.
Sebelum 'wara-wiri' jadi menteri, perempuan kelahiran Lampung, 26 Agustus 1962 itu dikenal sebagai dosen sekaligus ekonom. Ia mengabdi kepada almamaternya, Universitas Indonesia (UI).
Ketika jadi menteri, beberapa keputusan penting pernah dikeluarkannya. Salah satu yang cukup diingat publik adalah memberikan dana talangan (bailout) ke Bank Century sebesar Rp6,7 triliun.
Bank Century menerima dana bailout karena ditetapkan berstatus bank gagal berdampak sistemik olehnya saat menjadi Menteri Keuangan sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Kala itu ia menekankan pemberian dana agar tidak memperburuk stabilitas ekonomi dan keuangan Indonesia di tengah krisis keuangan 2008.
Namun, pemberian dana itu berujung pada indikasi korupsi. Mantan deputi gubernur BI Budi Mulia pun ditetapkan menjadi tersangka.
Keputusan lain yang juga pernah diambil Ani adalah merombak APBN 2016 begitu resmi menduduki jabtaan menteri keuangan sepulang dari Amerika Serikat.
Postur pendapatan negara yang dirancang menteri sebelumnya, Bambang P.S. Brodjonegoro sebesar Rp1.822,54 triliun diturunkan menjadi Rp1.786,22 triliun karena dianggap tak realistis dengan kondisi ekonomi saat itu.
Sementara belanja negara diturunkan dari Rp2.095,72 triliun menjadi Rp2.082,94 triliun. Alhasil, defisit anggaran melebar dari Rp273,17 triliun atau 2,15 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi Rp296,72 triliun atau 2,35 persen dari PDB.
Defisit ini pun akhirnya harus ditutup dengan pertambahan utang. Teranyar, melalui persetujuan dari Jokowi, Ani mengubah postur APBN 2020 untuk penanganan dampak pandemi virus corona atau covid-19.
Belanja negara yang semula diasumsikan sebesar Rp2.540,4 triliun dinaikkan menjadi Rp2.739,2 triliun. Padahal, pendapatan negara yang semula diplot mencapai Rp2.233,2 triliun turun jadi Rp1.699,9 triliun.
Jurang antara target belanja dan pendapatan pun lagi-lagi ditutup dengan penarikan utang yang lebih besar. Totalnya meningkat dari Rp387,2 triliun menjadi Rp1.039,2 triliun, sehingga defisit anggaran bengkak dari 1,76 persen menjadi 6,34 persen dari PDB.
Tudingan soal 'menteri utang' pun sempat menyasar Ani. Hal ini tak lepas dari kebijakan yang kerap mengandalkan utang sebagai salah satu sumber keuangan negara dalam merealisasikan belanja.
Kendati begitu, Ani rupanya cukup santai dengan berbagai kekhawatiran di masyarakat. Ia hanya menjelaskan bahwa setiap negara pasti berutang untuk memenuhi kebutuhan anggaran, namun utang bukanlah hal yang salah.
"Kadang-kadang masyarakat kita sensitif soal utang. Menurut saya, tidak bagus juga. Utang adalah alat yang kami gunakan secara hati-hati dengan bertanggung jawab, dibicarakan secara transparan, bukan ujug-ujug, tidak ugal-ugalan, dan apakah ini mengkhawatirkan? Jawabannya tidak," kata Ani, beberapa waktu lalu.
Ia memastikan seluruh utang dikelola dengan baik. Di sisi lain, meski banyak pihak 'nyinyir' soal utang ke Ani, namun sepak terjangnya justru terus menuai penghargaan dari internasional.
Ia berulang kali mendapat penghargaan sebagai menteri keuangan terbaik dari berbagai lembaga dan periode waktu yang berbeda-beda. Teranyar, ia mendapat penghargaan Finance Minister of The Year for East Asia Pacific 2020.
Penghargaan ini juga pernah didapatnya dari FinanceAsia pada 2017, 2018, dan 2019. Ia juga pernah mendapat penghargaan The Best Minister in The World dari World Government Summit yang diselenggarakan di Dubai, Uni Arab Emirates (UAE).
Tak hanya sebagai menteri keuangan, Majalah Forbes bahkan menempatkan Ani di peringkat ke-78 dalam daftar 100 perempuan paling berpengaruh di dunia. Forbes memberikan penghargaan itu karena Ani dianggap mampu melakukan reformasi perpajakan.
(uli/bir)