Kalangan pengusaha menilai pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tahap II tidak ideal. Alih-alih menurunkan angka penularan covid-19, pembatasan justru menekan sektor usaha.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani menuturkan PPKM maupun Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebelumnya justru membebani sektor yang terdampak langsung, yakni ritel, transportasi, manufaktur, dan UMKM.
"Sejak awal kami sudah sampaikan bahwa ini kebijakan yang tidak ideal. Dampaknya sangat negatif kepada pelaku usaha, khususnya di sektor-sektor yang sensitif terhadap pembatasan orang," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (25/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, lanjutnya, ia mendapatkan laporan sejumlah UMKM terpaksa tutup kembali saat PPKM tahap I. Pasalnya, volume penjualan tak sebanding dengan permintaan.
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah meningkatkan disiplin protokol kesehatan di masyarakat dan mempercepat program vaksinasi covid-19, sehingga kasus covid-19 bisa ditekan.
"Termasuk memberikan akses untuk vaksinasi secara mandiri bagi pelaku usaha yang mau dan mampu melakukan vaksinasi mandiri, agar mempercepat proses normalisasi," ucapnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyatakan PPKM tahap II semakin membebani sektor usaha, khususnya yang bersinggungan langsung dengan mobilitas masyarakat, yakni hotel, restoran, serta transportasi.
Faktanya, implementasi PPKM dan PSBB tersebut tidak efektif mengurangi angka penularan covid-19.
Penyebabnya, ia menilai pemerintah memperketat sektor-sektor yang notabene sudah mengimplementasikan protokol kesehatan secara ketat, yakni hotel dan restoran.
Pemerintah, lanjutnya, justru masih lengah memperketat implementasi protokol kesehatan pada kelompok rawan, seperti kawasan padat penduduk, pasar tradisional, dan komunitas atau wilayah yang masyarakatnya tak peduli dengan covid-19
"Itu seharusnya bisa menjadi perhatian. Kalau kami melihat, pokoknya yang penting sudah PSSB, sudah PPKM, sudah selesai. Itu tidak akan menyelesaikan masalah kalau begitu caranya, yang ada semakin tertekan, jadi mati bisnis yang menerapkan protokol. Itu yang hendaknya (diperketat), kalau tidak, ini bisa jadi nanti salah pengetatannya" jelasnya.
Selama periode PSBB lalu atau sekitar April-Juni 2020, Apindo mencatat sebanyak 2.000 hotel dan 8.000 restoran terpaksa tutup. Belum ada data terbaru pada pelaksanaan PPKM tahap I. Namun, ia memastikan kondisinya tidak akan jauh berbeda dengan PSBB di 2020 lalu.
"Sekarang ini kondisinya saya belum update lagi berapa yang tutup. Tapi kondisinya saya melihat semuanya menjadi nekat. Nekat dalam artinya, mereka tetap buka tapi sebetulnya mereka running dengan rugi," tuturnya.
Di sisi lain, ia memperkirakan perpanjangan waktu buka restoran dan mal hingga pukul 20.00 WIB pada PPKM tahap IItidak berpengaruh signifikan pada tambahan penjualan. Pasalnya, konsumen cenderung berkunjung ke restoran dan mal setelah salat Magrib atau sekira pukul 19.00 WIB.
Karenanya, ia menilai waktu satu jam dari pukul 19.00 WIB hingga 20.00 WIB kurang bagi konsumen untuk makan di restoran maupun mengunjungi mal. Ia berharap pemerintah memberikan waktu operasional restoran dan mal hingga pukul 21.00 WIB.
"Kami belum tahu, terus terang (dampaknya), tapi kalau menurut saya tidak banyak beda, karena masyarakat malas juga, jam 20.00 tutup. Lalu last order (pesanan terakhir) jam 19,30 suasananya jadi keburu-buru," terangnya.
Seperti diketahui, pemerintah resmi memperpanjang PPKM selama dua pekan mulai 25 Januari hingga 8 Februari 2021. PPKM Jawa-Bali tahap I sebelumnya diterapkan pada 11-25 Januari 2021.
(ulf/bir)