DPR Minta Bank BUMN Buka-bukaan Soal Risiko Kredit Macet

CNN Indonesia
Jumat, 05 Feb 2021 08:36 WIB
Komisi XI DPR meminta bank BUMN memaparkan risiko kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL) saat pandemi, terutama jika program keringanan cicilan dihentikan.
Komisi XI DPR meminta bank BUMN memaparkan risiko kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL) saat pandemi, terutama jika program keringanan cicilan dihentikan. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah anggota Komisi XI DPR meminta bank BUMN buka-bukaan mengenai risiko peningkatan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) akibat pandemi covid-19. Terutama, jika pemerintah nantinya menghentikan program keringanan cicilan (restrukturisasi) kredit.

Pertanyaan tersebut disampaikan sejumlah anggota dewan kepada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank BNI (Persero) Tbk dalam rapat kerja yang berlangsung pada Kamis (4/2).

Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar Melchias Marcus Mekeng mengatakan program restrukturisasi kredit bukan berarti membebaskan debitur dari kewajibannya. Namun, hanya memberikan pelonggaran bagi debitur untuk menunda pembayaran cicilan kreditnya hingga perekonomian membaik nantinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertanyaan saya, kalau tidak ada program restrukturisasi kira-kira kita punya NPL bisa sampai berapa persen? Kalau sekarang masih bagus di bawah 5 persen buat 2 bank ini (Mandiri dan BNI), kalau tidak ada program restrukturisasi ini NPL berapa persen," ujarnya.

Menurutnya, informasi tersebut dibutuhkan untuk mengantisipasi lonjakan rasio NPL apabila nantinya pemerintah menghentikan program restrukturisasi kredit. Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperpanjang restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2022 mendatang.

Pertimbangannya, tidak semua industri berjalan baik setelah mengikuti program restrukturisasi kredit tersebut.

"Jadi, saat nanti pemerintah mengatakan tidak ada lagi program restrukturisasi kita semua tidak kaget tiba-tiba 2 bank ini NPL melonjak ke atas karena banyak juga industri, meskipun sudah diberikan restrukturisasi tidak serta merta operasional jalan dengan baik akibat demand yang tidak naik," jelasnya.

Sebagai catatan, rasio NPL gross Bank Mandiri bertambah 0,76 persen dari 2,33 persen menjadi 3,09 persen sepanjang 2020 lalu. Sementara itu, Bank Mandiri telah menyetujui restrukturisasi kredit senilai Rp123,4 triliun kepada 543.758 debitur hingga 31 Desember 2020.

Mayoritas persetujuan restrukturisasi kredit diberikan kepada nasabah nonUMKM sebesar Rp89,6 triliun kepada 206.939 debitur. Sedangkan, nasabah UMKM yang mengantongi persetujuan restrukturisasi kredit sebanyak 336.819 nasabah senilai Rp33,9 triliun.

Di sisi lain, Bank BNI mencatatkan NPL gross bertambah 2 persen dari 2,3 persen menjadi 4,3 persen di 2020. Sementara itu, Bank BNI telah merestrukturisasi kredit senilai Rp102,4 triliun atau 18,6 persen dari total pinjaman perseroan.

Restrukturisasi kredit diberikan kepada korporasi sebesar Rp44,2 triliun, segmen menengah Rp21 triliun, segmen kecil Rp28 triliun, dan segmen konsumer Rp9,2 triliun.

Buka-bukaan soal Debitur Lama

Dalam kesempatan itu, Mekeng juga meminta bank BUMN tersebut terbuka mengenai debitur terdampak pandemi covid-19 dan debitur yang menunggak pembayaran kredit sejak lama. Ia juga meminta bank terbuka mengenai kontribusi para debitur macet itu terhadap NPL perusahaan.

"Harus dijelaskan NPL ini berapa persen dari buku lama. Buku lama ini juga harus di-treat tersendiri supaya fair ada nasabah memang karena masalah pandemi kena goyangan dan dapat program restrukturisasi, atau ada yang puluhan tahun di situ saja, itu tidak boleh masuk di situ, harus tersendiri karena ada pandemi atau tidak memang sudah babak belur," katanya.

Menurutnya, debitur tahunan tersebut membutuhkan tindakan khusus. Pasalnya, mereka menyebabkan kinerja bank BUMN tersebut tertekan. Terutama, apabila kinerja perusahaan memang sudah terpuruk, sehingga tidak mampu membayar kewajibannya.

"Ini kalau sudah bertahun-tahun, katakan sudah 10 tahun. Kita tahu di situ banyak yang besar-besar, yang tidak bisa diselesaikan. Ini membutuhkan pembicaraan yang spesifik tersendiri terhadap debitur-debitur yang membuat bank kita menjadi jelek," ucapnya.

Sepakat, Anggota Komisi XI dari Fraksi PKB Bertu Merlas juga mempertanyakan jumlah debitur yang terdampak pandemi covid-19 dan debitur yang sudah bermasalah sebelum pandemi.

"Ini saya khawatir, banyak perusahaan atau debitur yang sebetulnya sudah macet lama tapi mereka dapat berkah dari pandemi ini, dapat program restrukturisasi," katanya.

Permintaan keduanya pun disetujui oleh Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto. Ia mengatakan akan memfasilitasi rapat dengan bank BUMN mengenai debitur bermasalah selama tahunan tersebut.

"Nanti kami atur rapat tertutup dengan bank satu-satu soal debitur tadi," ucapnya.

[Gambas:Video CNN]



(ulf/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER