27 Persen Biaya Operasional Garuda untuk Bayar Sewa Pesawat

CNN Indonesia
Rabu, 10 Feb 2021 20:05 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir menyebut 27 persen dari total biaya operasional Garuda Indonesia digunakan untuk membayar biaya sewa pesawat.
Menteri BUMN Erick Thohir menyebut 27 persen dari total biaya operasional Garuda Indonesia digunakan untuk membayar biaya sewa pesawat. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Ampelsa).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan sekitar 27 persen dari total biaya operasional PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk digunakan untuk membayar biaya sewa pesawat. Porsi biaya sewa ini lebih tinggi dari maskapai penerbangan lain di dunia.

"Kalau kami benchmarking Garuda Indonesia dengan banyak industri pesawat yang lain itu, kami menjadi posisi salah satu yang tertinggi," imbuh Erick dalam konferensi pers virtual, Rabu (10/2).

Fakta ini menjadi salah satu pertimbangan Erick untuk mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ 1.000 ke pihak lessor, Nordic Aviation Capital (NAC). Harapannya, hal ini bisa menekan biaya sewa pesawat di keuangan Garuda Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut Erick menyatakan bakal mengevaluasi sistem pengadaan pesawat skema sewa (leasing) di maskapai BUMN itu.

"Konsep leasing sedang kami perbaiki supaya win-win, untung sama untung. Jangan seperti dulu kami ditekan, sehingga terjadi grey area untuk kolusi, ini yang kami lakukan secara transparan bagaimana metode leasing ke depan, leasing bisa saling menguntungkan," terangnya.

Di sisi lain, pengembalian 12 pesawat juga berkaitan dengan dugaan suap dan korupsi di kesepakatan pengadaan pesawat antara Garuda Indonesia di era kepemimpinan mantan direktur utama Emirsyah Satar.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menambahkan biaya sewa untuk pesawat Bombardier mencapai US$27-30 juta per tahun. Hal ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan selama tujuh tahun menyewa pesawat.

"Jadi, kami sudah keluarkan setiap tahun untuk sewa pesawat US$27 juta untuk 12 pesawat tersebut tapi kami mengalami kerugian lebih dari US$30 juta," jelas Irfan.

Estimasi nilai kerugian diestimasi mencapai US$210 juta atau setara Rp2,94 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS). Irfan mengatakan kerugian muncul karena pesawat Bombardier tidak sesuai dengan kebutuhan pasar di Indonesia.

"Dari tahun ke tahun, kami mengalami kerugian dengan menggunakan pesawat ini, ditambah dengan kondisi covid-19 memaksa kami tidak punya pilihan lain secara profesional untuk menghentikan kontrak ini," pungkasnya.

[Gambas:Video CNN]



(uli/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER