Menurut Wardhana, Bambang tidak bisa diminta pertanggungjawaban dalam posisinya sebagai Ketua Konsorsium SEA Games 1997. Menurutnya, sikap Kementerian Keuangan yang membebankan tanggung jawab kepada kliennya tak adil.
Terlebih, Bambang telah mengamanatkan berbagai kepentingan terkait penyelenggaraan SEA Games saat itu kepada Ketua Pelaksana Harian Bambang Riyadi Soegomo yang juga Direktur Utama PT Tata Insani Mukti.
Hal ini diklaim tertuang dalam perjanjian Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani mantan Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Wismoyo Arismunandar dan Bambang Riyadi Soegomo pada 14 Oktober 1996.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai komisaris, Bambang ia sebut telah melakukan kewenangan dengan baik dan membuat laporan pertanggungjawaban yang sudah diaudit secara resmi oleh akuntan publik Hanadi Sudjendro pada 1997.
"Jangan sampai kesannya semua penyelenggaraan SEA Games ada di tangan Bambang Trihatmodjo sebagai penanggungjawab. Yang pasti, selaku ketua konsorsium sudah memberi kuasa kepada ketua harian untuk event SEA Games ini," terang Wardhana.
Di sisi lain, ia juga mengaku heran saat ini muncul masalah dana talangan SEA Games 1997. Padahal selama periode 1998-2006 tidak pernah ada masalah.
Bahkan, menurutnya, PT Tata Insani Mukti sebagai pelaksana konsorsium sudah kooperatif memberikan laporan. Perusahaan tersebut juga dinilai beritikad baik untuk menyelesaikan tanggung jawabnya.
"Kenapa pada 2017 baru ada persoalan ini. Kalau pun dianggap sebagai utang negara, kenapa baru tahun 2019? Keputusan menkeu itu muncul atas surat dari Kementerian Sekretariat Negara di 2017," jelasnya.
Utang Bambang memang disebut telah dialihkan dari Kemensetneg ke Kemenkeu. Hal ini berawal dari pinjaman negara karena konsorsium mengalami kekurangan dana saat penyelenggaraan SEA Games 1997.
Penyelesaian persoalan utang kemudian dilimpahkan Kemensetneg ke Kemenkeu, terutama terkait penyerahan pengurusan piutang negara dan teknis pelaksanaannya.
Namun Wardhana menjelaskan, PT Tata Insani Mukti sejak 1998-2006 telah melaporkan semua kegiatan kepada Kemensetneg, KONI, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Saat itu ada permintaan agar persoalan itu dialihkan menjadi tanggung jawab negara terhadap SEA Games. Hanya saja tidak ada tanggapan sejak 2006.
"Kenapa baru tahun 2017 muncul, adanya dana talangan ini. Ini menjadi tanya tanya besar," tuturnya.
Ketimbang mencegah Bambang, Wardhana mengatakan, pemerintah semestinya menyampaikan terima kasih karena sukses menggelar pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara itu pada 1997.
"Semestinya pemerintah memaklumi. Ingat, biaya penyelenggaran event akbar olahraga ini tidak didanai negara. Seharusnya penyelenggara SEA Games ini mendapat penghargaan dari pemerintah, bukan malah diobok-obok seperti saat ini," pungkasnya.
(hrf/agt)