Persoalan rangkap jabatan direksi atau komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mengemuka. Setelah Ombudsman Republik Indonesia (RI) yang menemukan 397 komisaris BUMN merangkap di instansi lain, kini giliran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang membuka 'aib' direksi perusahaan pelat merah.
KPPU menemukan direksi atau komisaris BUMN merangkap di perusahaan non BUMN di berbagai sektor. Ini berarti, mereka juga menjadi direksi atau komisaris di perusahaan swasta.
Berdasarkan informasi awal KPPU, rangkap jabatan itu ditemukan di berbagai sektor, mulai dari keuangan, pertambangan, hingga konstruksi. Rinciannya, ada 31 direksi atau komisaris di sektor keuangan yang melakukan rangkap jabatan, 12 direksi atau komisaris di sektor pertambangan, dan 19 direksi atau komisaris di sektor konstruksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang mengejutkan lagi, Ketua KPPU Kodrat Wibowo menyatakan pihaknya menemukan ada satu direksi atau komisaris yang merangkap jabatan di 22 perusahaan non BUMN. Sayang, ia tak menyebutkan lebih rinci identitas direksi atau komisaris tersebut.
"Ada yang hanya (merangkap) di tiga (perusahaan), ada yang empat, ada yang dua. Tapi yang mengejutkan ada yang 22 itu," ucap Kodrat kepada CNNIndonesa.com, Rabu (24/3).
Kodrat menyatakan pihaknya masih mengkaji lebih detail apakah perusahaan swasta itu berafiliasi dengan BUMN atau benar-benar tak memiliki hubungan dengan perusahaan pelat merah. Sejauh ini, ia belum bisa memberikan kesimpulan.
"Kan tidak mudah mendapatkan data dan analisis satu per satu. Tentu swasta nya bisa saja anak usaha BUMN, atau benar-benar swasta yang ada sahamnya BUMN atau yang sama sekali tidak terafilisasi," kata Kodrat.
Kodrat meminta agar Kementerian BUMN mengevaluasi kebijakan soal rangkap jabatan. Salah satunya yang tertuang dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-10/MBU/10/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN.
"Permennya baru Oktober 2020 dan efektif 2021. Ada laporan dari masyarakat. Kami follow up dari laporan tersebut. Beda cerita kalau KPPU diajak turut serta sebelum aturan perubahan itu disusun. Tentu tidak akan jadi meluas," jelas Kodrat.
Dalam Bab V di Peraturan Menteri BUMN tersebut dijelaskan bahwa dewan komisaris dan dewan pengawas dapat merangkap jabatan sebagai dewan komisaris pada perusahaan selain BUMN dengan ketentuan yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan sektoral.
Dewan komisaris dan dewan pengawas yang merangkap jabatan sebagai dewan komisaris pada perusahaan non BUMN nantinya wajib memenuhi persentase kehadiran dalam rapat dewan komisaris atau dewan pengawas selama satu tahun minimal 75 persen. Ini sebagai syarat untuk memperoleh tantiem atau insentif kinerja.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai BUMN menjadi pihak yang paling dirugikan jika fenomena rangkap jabatan direksi atau komisaris ini dibiarkan. Masalahnya, akan ada konflik kepentingan bagi direksi atau komisaris BUMN yang juga memiliki jabatan di perusahaan swasta.
Sebagai contoh, A merupakan komisaris perusahaan swasta sekaligus BUMN di sektor pangan. Kemudian, BUMN tersebut sedang mencari mitra untuk bekerja sama dalam suatu proyek.
BUMN itu melakukan tender untuk mencari mitra yang paling kompetitif dan efisien. Lalu, perusahaan swasta tersebut juga ikut tender.
"Khawatirnya, pihak yang dimenangkan dalam proses tender adalah perusahaan swasta itu. Padahal sebenarnya perusahaan itu tidak cukup kompetitif dan penawarannya tidak efisien. BUMN dirugikan karena tidak dapat mitra atau vendor yang seharusnya bisa lebih efisien," kata Abra.
Akibatnya, nilai proyek yang seharusnya bisa ditekan menjadi lebih mahal dari perencanaan. Kalau sudah begini, maka akan terjadi inefisiensi di BUMN tersebut.
Bukan cuma itu. Kalau nilai proyek mahal, maka dampaknya akan terasa pada harga jual.
"Harga jual bisa lebih mahal dari yang seharusnya karena proyek tidak efisien. Jadi implikasinya ke masyarakat juga," imbuh Abra.
Belum lagi kalau BUMN merugi karena salah pilih mitra demi memberikan keuntungan ke perusahaan swasta. Hal ini akan berpengaruh terhadap dividen yang diterima negara.
"Ada efek domino ke aspek-aspek lain," imbuh Abra.