BPK Soroti Serapan Anggaran Rusun Kementerian PUPR

CNN Indonesia
Rabu, 31 Mar 2021 14:27 WIB
BPK menyoroti realisasi anggaran program rumah susun di Kementerian PUPR yang belum maksimal. Ilustrasi. (Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan Kementerian PUPR belum maksimal melaksanakan program penyediaan rumah susun atau rusun layak siap huni. Salah satunya tercermin dari realisasi serapan anggaran yang baru 95,08 persen pada 2018 dan 90,51 persen pada 2019.

"Pendanaan APBN 2018 dan 2019 telah dilakukan penyerapan anggaran masing-masing mencapai 95,08 persen dan 90,51 persen," ungkap Anggota IV BPK Isma Yatun dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (31/3).

Selain penyerapan anggaran yang belum 100 persen, BPK juga menyoroti beberapa masalah lain. Pertama, aspek dukungan sumber daya.

Menurut BPK, kebijakan dan regulasi dari setiap level pemerintahan belum semua mendukung penyediaan rumah susun layak huni dan berkelanjutan. Begitu juga dengan implementasi sumber pendanaan alternatif selain APBN dalam penyediaan rumah susun belum terlaksana sepenuhnya.

Kedua, aspek kelembagaan dan tata laksana. Hasil pemeriksaan BPK menemukan bahwa proses verifikasi permohonan atau usulan bantuan pembangunan rumah susun sewa belum dilaksanakan secara cermat dan memastikan ketepatan sasaran sesuai tujuan program.

Ketiga, aspek lingkungan pendukung. BPK menilai koordinasi dalam upaya penyediaan lahan untuk pembangunan rumah susun dengan pihak terkait belum sepenuhnya dilaksanakan dan perizinan atau administrasi dalam penyediaan rumah susun belum memadai.

"Kelemahan-kelemahan pada penyediaan rusun tersebut, apabila tidak segera dibenahi, dapat mempengaruhi efektivitas pemerintah dalam rangka penyediaan perumahan yang layak huni dan berkelanjutan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tidak tercapainya target penyediaan rumah layak huni yang telah ditetapkan," terangnya.

Untuk itu, BPK meminta Kementerian PUPR bisa menindaklanjuti hasil audit tersebut. Di sisi lain, BPK turut melakukan pemeriksaan atas realisasi belanja modal di Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR di Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat untuk tahun anggaran 2019 dan kuartal I-III 2020.

Hasilnya, ditemukan permasalahan signifikan pada hasil pemeriksaan tujuan tertentu tersebut. Pertama, perhitungan analisis harga satuan tidak sesuai kondisi riil, kuantitas dan kualitas hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak serta kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp11,88 miliar.

Kemudian, terdapat sisa material yang tidak terpasang sebesar Rp2,48 miliar atas pelaksanaan kegiatan belanja modal konstruksi yang telah selesai pada tahun 2019 dan 2020.

Kedua, perhitungan analisis harga satuan yang tidak sesuai kondisi riil, kuantitas dan kualitas hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak.

Lalu, realisasi pembayaran termin melebihi prestasi pekerjaan sebesar Rp39,09 miliar ditambah US$584,47 ribu atas pelaksanaan kegiatan belanja modal konstruksi yang masih berlangsung pada kuartal I-III 2020.

Namun, di luar dua temuan itu, BPK tetap menyimpulkan bahwa belanja modal di Ditjen SDA Kementerian PUPR di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat pada 2019 dan kuartal I-III 2020 sudah dilaksanakan sesuai aturan.

"Telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang relevan sebagai pelaksanaan dari peraturan-peraturan tersebut dalam semua hal yang material," pungkasnya.

(uli/agt)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK