Pendanaan Proyek Batu Bara di RI Diramal Akan Berakhir

CNN Indonesia
Jumat, 23 Apr 2021 20:21 WIB
Pembiayaan murah untuk proyek batu bara di Indonesia diprediksi akan segera berakhir. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS).
Jakarta, CNN Indonesia --

Pembiayaan murah untuk proyek batu bara di Indonesia diprediksi akan segera akhir. Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menyatakan akan menghentikan dukungan keuangan untuk semua proyek pembangkit listrik batu bara di luar negeri, khususnya Indonesia.

Dia mengungkap hal tersebut dalam KTT Perubahan Iklim atau Leaders Summit on Climate, Kamis (22/4), 

Jepang, pemodal besar proyek batu bara lainnya di Indonesia, juga tengah mempertimbangkan hal serupa dan mengumumkan peningkatan target emisi domestik 46 persen pada 2030.

"Dengan keluarnya Korea Selatan dari pembiayaan ekspor proyek batu bara, dan Jepang sedang mempertimbangkannya, hanya China yang akan tersisa sebagai salah satu pemodal batu bara luar negeri terbesar di Indonesia," ucap Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Jumat (23/4).

Menurut Fabby, berakhirnya pendanaan batu bara internasional dari Korea Selatan, Jepang, dan China juga akan mendorong langkah-langkah untuk menjauhkan batu bara dan mempercepat penyebaran energi terbarukan.

"Tidak ada pembangkit batu bara baru setelah 2025 dan penghapusan batu bara di Indonesia harus segera dimulai dan penyebaran terbarukan harus dipercepat," ucapnya.

Seperti diketahui, Korea Selatan telah menjadi salah satu dari tiga pemodal proyek batu bara luar negeri teratas dunia secara global, bersama dengan Jepang dan China.

Baru-baru ini, pemerintah Korea mendapat kecaman karena mendorong Green New Deal di dalam negeri, sementara lembaga publik seperti Bank Ekspor-Impor Korea (KEXIM), Bank Pembangunan Korea (KDB) dan Perusahaan Asuransi Perdagangan Korea (KSURE) mendukung PLTU Jawa 9 dan 10 yang merupakan proyek pembangkit listrik tenaga batu bara di Banten.

Proyek-proyek tersebut diperkirakan menghasilkan rata-rata 10 juta ton karbon dioksida per tahun, atau 250 juta ton CO2 selama 25 tahun, setara dengan emisi tahunan Thailand atau Spanyol.

"Dengan Jawa 9, 10 proyek pembangkit listrik tenaga batubara masih dalam tahap yang sangat awal, pemerintah Korea dan Indonesia harus bekerja sama untuk mengubah proyek ini menjadi proyek energi terbarukan , yang akan menguntungkan kedua negara dalam menyelaraskan diri dengan tujuan iklim," ujar Sejong Youn, Direktur Program Pembiayaan Iklim dari LSM Solutions for Our Climate yang berbasis di Seoul.

Sementara Jepang, mendapatkan kritik keras karena memberikan pembiayaan untuk konstruksi pembangkit listrik tenaga batu bara di Cirebon 2, Batang dan Tanjung Jati B (Unit 5 dan 6) untuk menambah 5.000 MW di Jawa, serta berencana untuk mendukung pembangkit listrik tenaga batubara Indramayu, Jawa Barat.

Padahal, Oktober 2020 lalu negara tersebut baru saja mendeklarasikan Netral Karbon 2050.

"Kami menuntut pemerintah Jepang untuk segera mengambil tindakan konkret dan bermakna untuk mengakhiri semua dukungan untuk pembangkit listrik tenaga batubara di luar negeri," tegas Hozue Hatae, Peneliti Tim Keuangan Publik dan Lingkungan di Friends of the Earth Jepang.



(hr/age)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK