Kementerian Perindustrian mengusulkan sejumlah tarif safeguard untuk produk-produk garmen impor. Tujuannya, untuk melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional dari serbuan impor yang menekan pelaku industri dalam negeri, terutama industri kecil dan menengah (IKM).
"Saat ini, prosesnya masih rekomendasi dari Kementerian Perdagangan ke Kementerian Keuangan. Masih ada satu tahap lagi di Kementerian Keuangan, baru dapat ditetapkan oleh menteri," terang Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh, dikutip dari Antara, Selasa (27/4).
Kementerian Perindustrian mengusulkan tarif safeguard bervariasi pada produk garmen. Contoh, untuk atasan casual, seperti produk t-shirt diusulkan tarif Rp27 ribu untuk setiap produk impor yang masuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, ketika ada atasan casual dari China sebut saja, masuk dengan harga Rp20 ribu, dikenakan safeguard Rp27 ribu, harga yang masuk ke Indonesia menjadi Rp47 ribu," kata Elis.
Dengan aturan itu, Elis menyatakan industri dalam negeri mampu memproduksi jenis pakaian serupa dengan harga lebih murah, yakni Rp40 ribu. Walhasil, industri dalam negeri dapat bersaing dengan produk impor.
Lalu, Kementerian Perindustrian mengusulkan tarif safeguard sebesar Rp63 ribu per buah untuk produk outer seperti jaket. Ini menjadi usulan taif safeguard tertinggi dibandingkan produk garmen lainnya.
Bahkan, Kementerian Perindustrian sebelumnya sempat mengusulkan tarif safeguard untuk outer sebesar Rp79 ribu per buah. Namun, usulan itu mendapatkan penolakan, khususnya dari perusahaan global yang telah beredar di Indonesia.
"Kalau naiknya harga (outer) untuk merek global, Zara misalnya, yang harga awalnya Rp1,5 juta, kemudian naik jadi Rp1.579.000 pasti tidak akan berpengaruh. Tapi kalau head to head dengan harga produk China, nah itu akan berpengaruh besar," imbuh Elis.
Selain itu, Kementerian Perindustrian mengusulkan tarif safeguard untuk produk headwear atau hijab sebesar Rp19.800. Elis menyatakan gempuran impor hijab dari Korea Selatan harus diantisipasi.
Masalahnya, harga hijab impor tanpa safeguard hanya sebesar Rp2.000 per buah. Hal ini yang menekan sektor IKM.
"Harga dari impor itu Rp2.000, sementara produk hijab di Zoya atau El Zatta kan Rp78 ribu. Jadi, bagaimana mau beli produk dalam negeri kalau produk impornya saja harganya Rp3.000-Rp6.000," ujar Elis.
Sementara, Kementerian Perindustrian mengusulkan tarif safeguard untuk gamis sebesar Rp59 ribu. Ini merupakan upaya pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai kiblat pakaian muslim dunia.
"Selain itu, gamis dan terusan itu banyak yang diproduksi oleh IKM dalam negeri," jelas Elis.
Elis menyatakan pihaknya mengusulkan tarif safeguard dengan harga pasti dan bukan persentase untuk produk garmen.
Hal ini dinilai lebih tepat sasaran dibandingkan dengan tarif yang dihitung dengan persentase.
"Kalau pakai persentase untuk garmen sulit karena yang murah akan tetap dikenakan harga rendah, sedangkan yang mahal misalnya produk sportswear, itu kan kena tinggi sekali, padahal kami belum mampu memproduksinya di dalam negeri," tutur Elis.
Ia menambahkan bahwa penentuan besaran tarif safeguard yang diusulkan tersebut merupakan hasil formulasi dari perbedaan rata-rata harga impor dengan harga jual dalam negeri.
"Harga rata-rata impor, kemudian harga jual di dalam negeri. Nah, perbedaan harga jual di dalam negeri dengan harga rata-rata impor tersebut dihitung perbedaannya berapa, itulah tarifnya," tutup Elis.