PT Bukit Asam (Persero) Tbk mengantongi laba sebesar Rp500,51 miliar pada kuartal I 2021. Raupan tersebut anjlok 44,58 persen dari periode Maret 2020 yakni Rp903,24 miliar.
Direktur Utama Bukit Asam Suryo Eko Hadianto mengatakan penurunan laba dipicu oleh turunnya pendapatan perseroan. Berdasarkan laporan keuangannya, Bukit Asam mengantongi pendapatan sebesar Rp3,99 triliun, merosot dari sebelumnya Rp5,12 triliun.
Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh faktor cuaca sehingga menghambat produksi perseroan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang pendapatan dan laba turun karena tidak tercapai kinerja operasional, itu karena kondisi hujan yang cukup tinggi di daerah Tanjung Enim dan sekitarnya," ujarnya dalam konferensi pers Kinerja Kuartal I 2021 Bukit Asam, Jumat (30/4).
Namun, ia menyatakan perseroan akan mengkompensasi penurunan laba itu dengan pemenuhan target produksi di kuartal II 2021 nanti. Kinerja pada Mei-Juli 2021 akan ditopang oleh perbaikan cuaca di wilayah tambang Bukit Asam, sehingga menambah jam kerja operasional.
Selain itu, kata dia, Bukit Asam akan menambah peralatan tambang guna memaksimalkan produksi untuk memenuhi target. Perseroan juga telah menyelesaikan persoalan lahan sehingga hampir semua lahan tambang siap beroperasi maksimal.
"Perlu diketahui kalau sesudah hujan dalam operasional tambang ada yang namanya slippery, ini sekitar 2-4 jam operasional tambang baru bisa operasi lagi. Kalau frekuensi hujan sudah berkurang, bisa bayangkan yang tadinya jam slippery ini menjadi jam efektif atau efektif working hour, ini yang kami yakini bisa kami pakai untuk raih kinerja ke depan," katanya.
Dari sisi produksi, Bukit Asam menargetkan produksi batu bara tahun ini sebesar 30 juta ini. Namun, Suryo menuturkan pihaknya akan memaksimalkan peluang yang ada menyusul kenaikan target produksi batu bara dari Kementerian ESDM dari 550 juta ton menjadi 625 juta ton tahun ini.
"Kami sudah merencanakan setidaknya minimal kami bisa produksi sekitar 30 juta ton di tahun ini, ini minimal. Tapi, peluang lain akan kami jajaki dengan Kementerian ESDM supaya kami bisa dapatkan peluang yang lebih besar, tapi kami sesuaikan dengan kapasitas angkutan dan kereta api dan infrastruktur yang ada," katanya.
Secara historis, lanjutnya, Bukit Asam pernah mencapai produksi 3 juta lebih per bulan. Dengan demikian, perseroan pun mampu mencapai produksi hingga 36 juta ton per tahun.
Dalam kesempatan itu, ia menuturkan sentimen gelombang pandemi covid-19 di India sebagai salah satu pasar ekspor Bukit Asam tidak mempengaruhi harga maupun volume ekspor batu bara perseroan.
"Saat ini, kami belum terpengaruh, jadi kontrak-kontrak kami masih sesuai dengan indikasi indeks batu bara yang masih membaik. Jadi sekali lagi, ini belum mempengaruhi proyeksi kami karena hampir semua off taker atau buyer kami tidak ada yang koreksi harga dan permintaan ke Bukit Asam," ujarnya.
Bahkan, ia mengklaim apabila kuota ekspor tahun ini sudah penuh. Namun, perseroan tetap berupaya mencari strategi untuk mendapatkan harga yang menarik dari para pembeli tersebut.
"Kalau saya katakan peminatnya batu bara Bukit Asam ibarat toko kami yang diserbu, duduk manis orang datang kami tinggal cari strategi tingkatkan harga bargaining position supaya harganya kami dapat harga terbaik, saya melihatnya tinggal itu, kalau keyakinan pasar saya sangat yakin," ujarnya.