Alibaba, perusahaan raksasa China yang didirikan Jack Ma, membukukan kerugian US$1,2 miliar pada kuartal pertama tahun ini. Perusahaan merugi karena harus membayar denda sebesar US$2,8 miliar yang dikenakan Pemerintah China.
Kendati merugi, realisasi tersebut jauh di atas ekspektasi banyak analis dan dinilai sebagai tolak ukur kebangkitan ekonomi China setelah pandemi covid-19.
Soalnya, tanpa memasukkan denda, seharusnya Alibaba mengantongi laba bersih US$4 miliar atau naik 18 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip CNN Business, Jumat (14/5), perusahaan teknologi kakap itu masih meraup pertumbuhan pendapatan 64 persen menjadi US$28,6 miliar. Angka itu sudah memperhitungkan bisnis cloud milik perusahaan yang melambat.
Ketua dan CEO Alibaba Daniel Zhang menyebut regulasi yang lebih ketat tampaknya tidak berdampak pada bisnis inti perusahaan.
"Bisnis kami secara keseluruhan menghasilkan pertumbuhan kuat dengan fondasi yang sehat. Kami tetap bersemangat dengan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi China," imbuhnya dalam sebuah pernyataan.
Tahun lalu, Presiden China Xi Jinping memberi tindakan keras lewat regulasi, di mana Alibaba menjadi salah satu targetnya. Regulator pun menyimpulkan bahwa raksasa belanja online itu telah melakukan praktik monopoli pada 2019.
Akibatnya, Alibaba dikenakan denda jumbo. Namun demikian, perusahaan tidak mengelak. Malah, berkomitmen untuk patuh membayar denda tersebut.
Namun, saham perusahaan rontok. Sejak awal tahun ini saja, saham Alibaba sudah diperdagangkan lebih rendah 10 persen. Tahun lalu, bahkan sahamnya terbang bebas hingga 35 persen.