Kronologi Kasus Brompton Rombongan Sri Mulyani

CNN Indonesia
Rabu, 19 Mei 2021 18:30 WIB
Kasus sepeda Brompton yang dibawa oleh rombongan dinas Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali mencuat ke publik dan bakal dibawa ke PN Jaksel.Ilustrasi sepeda brompton. (iStockphoto/Vudhikul Ocharoen).
Jakarta, CNN Indonesia --

Kasus sepeda Brompton yang dibawa oleh rombongan dinas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mencuat ke publik. Hal ini karena Lembaga Pengawalan Pengawasan dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) berencana membawa masalah ini ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"Hari ini rencananya, setelah saya selesai sidang di PN Jakarta Pusat nanti saya ke PN Jakarta Selatan untuk mendaftarkan itu, atas nama LP3HI," ujar Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho kepada CNNIndonesia.com, Rabu (19/5).

Lantas seperti apa kronologi kasus tersebut? Kasus ini sebenarnya bermula pada November 2019. Kala itu, Sri Mulyani dan rombongan Kementerian Keuangan kembali ke Indonesia setelah melakukan dinas berupa pertemuan investor di Amerika Serikat.

Rombongan dinas Sri Mulyani menggunakan jasa penerbangan dari Qatar Airways dengan kode penerbangan QR0958. Petugas Bea Cukai sempat menemukan dua sepeda Brompton yang terdaftar sebagai barang bawaan di rombongan dinas Sri Mulyani.

Kendati begitu, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Syarif Hidayat mengatakan sepeda tersebut bukan milik Sri Mulyani. Sepeda itu dibeli oleh salah satu anggota rombongan Sri Mulyani dalam dinas tersebut yang bersifat pribadi.

"Jadi, ibu (Sri Mulyani) sendiri pun tidak paham dan ibu sendiri pun kaget waktu tahu, oh kok ada yang bawa. Ibu sendiri juga tidak paham, tapi saya pastikan itu bukan punya ibu dan ibu tidak tahu ini adalah memang dibawa oleh salah satu anggota rombongan ibu," kata Syarif kepada CNNIndonesia.com, Rabu (19/5).

Syarif mengatakan dua sepeda Brompton itu sebenarnya juga sudah dilaporkan ke pihak Bea Cukai di Bandara Internasional Soekarno Hatta dalam customs declaration.

"Jadi, saat yang bersangkutan datang dari luar negeri yang bersangkutan menyampaikan customs declaration, adalah deklarasi kepabeanan yang menyatakan bahwa saya membawa barang ABC dari luar negeri. Setiap penumpang itu, diberikan customs declaration dalam pesawat dan itu yang bersangkutan mengisi, saya membawa barang yang dibeli di luar negeri berbentuk sepeda Brompton sebanyak dua unit, ini kan memberitahukan," terangnya.

Masalahnya, pemilik sepeda tidak memiliki perizinan dari Kementerian Perdagangan terkait pembelian dari luar negeri. Oleh sebab itu, pihak bea dan cukai menahan dua sepeda tersebut di gudang mereka.

Pemilik diberikan kesempatan untuk mencari izin maupun dokumen dari Kementerian Perdagangan yang dibutuhkan. Tapi setelah ditunggu, pemilik rupanya belum juga memasukkan perizinannya, maka kedua sepeda ditetapkan sebagai barang milik negara (BMN).

Namun proses penetapannya butuh waktu, sehingga sampai saat ini belum selesai diproses. Kendati begitu, menurut LP3HI, belum ada penetapan tersangka terhadap pembawa sepeda Brompton tersebut, sehingga pihaknya ingin mengajukan ke praperadilan.

"Pak Syarif sendiri tidak mengatakan siapa orangnya, tapi dia mengakui bahwa pelakunya anggota rombongan, kan begitu. Artinya, ini harus diajukan sebagai tersangka, karena dia tidak memiliki izin importir," ucap Kurniawan.

Menurutnya, perkara tersebut serupa dengan kasus penyelundupan Harley Davidson dan Brompton yang menyeret mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Ari Askhara. Karenanya, ia mendorong agar pengadilan menetapkan tersangka dari kasus masuknya Brompton oleh rombongan Sri Mulyani tersebut.

"Lebih kepada penetapan tersangka dan kemudian tersangkanya diajukan ke pengadilan, diputus bersalah atau tidak itu urusan hakim. Tugas penyidik adalah menetapkan tersangka, melimpahkan barang bukti dan tersangkanya ke jaksa, kemudian jaksa menuntut di pengadilan. Apakah ini wilayah administratif atau pidana itu biarkan hakim yang memutuskan, begitu," ujarnya.

Selain itu, ia mempertanyakan keberadaan dua sepeda Brompton tersebut selama kurun waktu 10 bulan. Pasalnya, sepeda tersebut baru ditetapkan sebagai barang yang dikuasai Negara (BDN) pada September 2020 dan selanjutnya ditetapkan menjadi BMN pada 11 Februari 2021. Sementara itu, temuannya sendiri terjadi pada November 2019 lalu.



(uli/age)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK