Jakarta, CNN Indonesia --
PT PLN (Persero) tiba-tiba membuat gebrakan dengan meluncurkan layanan jaringan internet tetap (fixed broadband internet), ICONNET. Layanan ini ditawarkan lewat anak usaha perseroan, yakni PT Indonesia Comnets Plus (ICON+).
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengungkapkan ICONNET merupakan bagian dari transformasi perusahaan. Menurutnya, ICONNET akan menjawab kebutuhan pelanggan yang menginginkan internet cepat, andal, dan sesuai dengan keekonomian masyarakat Indonesia
"PLN membangun jaringan listrik hingga ke seluruh pelosok negeri yang akan kami ekspansi dengan jaringan internet. Ke depan, tentunya di mana ada listrik, di situ ada ICONNET," ujar Zulkifli dalam keterangan resmi, Rabu (2/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan catatannya, data pengguna fixed broadband internet di Indonesia pada 2020 meningkat dari 12 persen menjadi 15 persen. Hal ini menjadi peluang bagi ICONNET untuk berkontribusi menyediakan layanan internet fiber optic.
Layanan fixed broadband internet ini bisa dibilang bentuk diversifikasi bisnis PLN. Sebagai catatan, bisnis inti PLN adalah pembangkitan, transmisi, distribusi, dan jasa lain terkait kelistrikan.
Lantas, apakah bisnis baru PLN yang digerakkan oleh anak usaha ini akan memberikan kontribusi signifikan untuk induk usaha, atau justru mengganggu BUMN lain yang memiliki bisnis inti layanan internet?
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Tallatov mengatakan sudah memprediksi sejak lama bahwa PLN akan terjun ke bisnis layanan internet. Pasalnya, PLN memiliki infrastruktur pendukung bisnis internet berupa kabel listrik yang tersebar di Indonesia.
"Kabel listrik yang sudah tersebar di pelosok rumah mengikuti rasio elektrifikasi. Kelebihan atas jaringan infrastruktur ini yang membuat PLN masuk ke bisnis jaringan internet," ungkap Abra kepada CNNIndonesia.com.
Menurut Abra, PLN tak perlu lagi pusing-pusing mencari pelanggan untuk bisnis barunya. BUMN setrum itu langsung memiliki target pasar sendiri.
"PLN kan punya basis data pelanggan, ini akan menjadi sumber data penting dalam mempromosikan bisnis ini," terang Abra.
Selain itu, PLN bisa dengan mudah memberikan harga murah ke pelanggan. Maklum, beban biaya PLN untuk 'nyemplung' ke bisnis internet tidak besar karena sudah memiliki beberapa infrastruktur yang dibutuhkan, sehingga tak perlu 'ngoyo' untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan sebelumnya.
Berdasarkan laman resmi iconnet.id, ICONNET menawarkan layanan internet 10 Mbps sebesar Rp185 ribu per bulan, layanan internet 20 Mbps sebesar Rp207 ribu per bulan, layanan internet 50 Mbps sebesar 297 ribu per bulan, dan layanan internet 1000 Mbps sebesar 427 ribu per bulan.
Kalau dibandingkan dengan tarif yang ditawarkan IndiHome, bisnis internet di bawah PT Telkom Indonesia (Persero), harga ICONNET terbilang lebih murah.
Mengutip laman resmi IndiHome, layanan internet 20 Mbps dibanderol sebesar Rp275 ribu per bulan, layanan 30 Mbps sebesar Rp315 ribu per bulan, 40 Mbps sebesar Rp385 ribu per bulan, dan 50 Mbps sebesar Rp445 ribu per bulan.
Persaingan harga ini, kata Abra, secara tak langsung akan menjadi ancaman bagi Telkom Indonesia atau perusahaan internet lain. Tapi dari segi bisnis, harga layanan internet otomatis akan semakin kompetitif atau murah, sehingga konsumen akan diuntungkan.
"Jadi kalau dalam jangka menengah ICONNET menyalip bisnis Telkom Indonesia, dalam konteks bisnis tidak apa-apa," ujar Abra.
Kendati begitu, lanjut Abra, Menteri BUMN Erick Thohir tetap harus memantau pergerakan bisnis baru PLN dan efeknya ke Telkom. Jangan sampai, keberadaan anak atau cucu usaha BUMN justru akan merugikan induk dari perusahaan pelat merah lain.
"Apalagi Pak Erick kan getol melakukan perampingan jumlah BUMN, klasterisasi supaya lebih fokus. Apakah bentuk anak usaha masih sejalan dengan visi misi pemerintah," kata Abra.
Menurut Abra, kehadiran ICONNET sebenarnya tak akan menjadi soal jika tetap menciptakan iklim persaingan yang sehat di industri layanan internet. Lalu, untuk PLN sendiri, ICONNET berpotensi menambah pundi-pundi untuk kantong perusahaan.
Namun, Abra belum bisa memprediksi seberapa besar kontribusi ICONNET terhadap total pendapatan PLN. Hal yang pasti, masyarakat sudah menyambut positif kehadiran ICONNET.
"Sebagai konsumen baru diuntungkan nih, tiba-tiba murah, jadi ada alternatif atau pilihan layanan internet lebih baik. Jadi sejauh ini sentimennya masih positif," terang Abra.
Meski mendapat antusiasme pasar, PLN harus mendorong agar pendapatan dari ICONNET bisa berkontribusi besar untuk perusahaan. Jika tak signifikan, maka akan merugikan PLN itu sendiri.
"Kalau (pendapatan) tidak signifikan sebetulnya menjadi mubazir karena PLN akan kehilangan fokus pada bisnis intinya," terang Abra.
Bisnis Menjanjikan
Sementara, Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto mengatakan bisnis fixed broadband internet cukup menjanjikan karena permintaan masyarakat terhadap layanan internet sedang tinggi-tingginya. Sejak pandemi merebak, mayoritas masyarakat bekerja dari rumah (work from home/wfh).
Belum lagi ditambah dengan siswa yang harus sekolah di rumah. Tak ayal, kebutuhan masyarakat terhadap layanan internet meningkat tajam.
"Telkom saja sejak setahun terakhir mencatat pertumbuhan positif di produk ini dan saat ini sudah punya lebih dari 10 juta konsumen Indihome," ucap Toto.
Toto menjelaskan pasar ICONNET dengan Telkom akan berbeda. Pasar ICONNET diproyeksi lebih fokus di Jawa karena jaringan koneksinya di wilayah tersebut cukup kuat.
"Tapi di luar Jawa mungkin harus bekerja lebih keras," imbuh Toto.
Artinya, Telkom tak perlu takut bisnisnya akan 'disalip' oleh anak usaha PLN tersebut. Lagipula, Telkom tetap lebih dikenal ketimbang ICONNET.
"Telkom sebagai leading company di jasa ini tentu memiliki pengalaman dan jaringan yang lebih dikenal konsumen dibandingkan ICONNET," terang Toto.
Menurut Toto, keberadaan ICONNET justru akan memancing penyedia layanan internet, termasuk Telkom untuk terus berinovasi. Biasanya, perusahaan akan lebih berkembang jika memiliki banyak kompetitor.
"Buat Telkom, menurut saya bagus supaya bisa memberikan layanan terbaik karena ada kompetitor," ujar Toto.
Sementara, Toto menganggap ICONNET merupakan lini usaha yang memiliki keterkaitan dengan PLN. Pasalnya, bisnis layanan internet masih bersinggungan dengan infrastruktur kelistrikan.
"ICONNET ini sebenarnya by product dari PLN, maksudnya sebagai produk turunan dari bisnis utama produsen listrik. Jadi masih ada kaitan dengan bisnis induknya," ujar Toto.
Yang menjadi pekerjaan rumah PLN saat ini adalah mengelola ICONNET dengan optimal. Pasalnya, perusahaan telah menanamkan investasi untuk mengembangkan ICONNET.
"Jangan sampai kinerja tidak menggembirakan, sehingga justru menjadi beban induknya," pungkas Toto.
Sebagai informasi, PLN mencatatkan kinerja positif sejak tahun lalu. Tercatat, laba bersih PLN sepanjang 2020 sebesar Rp5,99 triliun atau naik 38,6 persen dari 2019 yang sebesar Rp4,27 triliun.
Lalu, PLN membukukan laba bersih sebesar Rp5,2 triliun pada April 2021. Realisasi ini berbanding terbalik dengan posisi April 2020 yang merugi sebesar Rp13,9 triliun.
PLN menargetkan dapat mengantongi laba bersih sebesar Rp11,4 triliun pada 2021. Hal ini tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun ini.
[Gambas:Video CNN]