Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan menyatakan pungli merupakan permasalahan menahun yang berawal dari kemacetan di pelabuhan. Ia menyebut kemacetan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh para preman untuk menjarah barang dan uang tunai.
Meski mengaku mengapresiasi langkah Kapolri, namun ia mengingatkan agar penangkapan jangan berhenti sampai di sini. Dari pengalaman sebelumnya, ia menurutkan bahwa bila berganti kepala kepolisian, maka berganti pula kebijakan.
Saber Pungli contohnya. Ia menyebut satgas tidak lagi aktif setelah terjadi perubahan kepala kepolisian. Bila terus gonta-ganti kebijakan setiap beberapa tahun, ia mengaku pesimis aksi pungli bisa diberantas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saber Pungli diaktifkan lagi dong, kelihatannya mereka enggak ada kerjaannya nih, engga ada gregetnya," kata Gemilang.
Ia mengaku sempat diajak berdiskusi dengan salah seorang kepala kepolisian resor (kapolres). Awalnya disepakati bahwa para supir truk bakal dilengkapi peralatan dan lampu hazard yang terkoneksikan dengan aparat keamanan.
Sayangnya, belum sempat teralisasi, kapolres tersebut sudah digantikan dan lagi-lagi solusi mandek.
Sepaham dengan Kyatmaja, dia juga menilai akar dari permasalahan adalah masalah sosial. Bila warga sekitar pelabuhan tidak diberdayakan, ia menilai solusi hanya bertahan sementara saja.
"Dari dulu begini terus, muncul ditangkap polisi nanti muncul lagi ya ditangkap lagi, kan begitu terus. Mestinya ada upaya yang lebih," papar dia.
Seperti diketahui, sudah lebih dari 100 orang preman pungli ditangkap oleh aparat di berbagai wilayah di Indonesia. Hal tersebut dilakukan setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ditelepon oleh Jokowi yang tengah mendengar keluh kesah sejumlah sopir truk di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Sedikitnya, 49 orang ditangkap. Termasuk polisi menangkap koordinator pungli di area JICT, Ahmad Zainul Arifin pada Jumat (11/6).
"Atasan yang tujuh orang kemarin ditangkap," kata Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok AKBP Putu Kholis saat dikonfirmasi, Sabtu (12/6).
Baca juga:Perusahaan Outsourcing Akan Kena PPN |
Dalam hal ini, modus yang dilakukan pelaku yang juga merupakan seorang karyawan outsourcing ialah mematok harga untuk memberikan pelayanan operasi crane dalam proses bongkar muat. Jika tak membayar, maka truk tak akan dilayani.
Para pelaku pungli di JICT pun mematok uang pungli dari korban dengan besaran Rp2 ribu hingga Rp20 ribu. Kemudian, Zainul sebagai koordinator menerima sebesar Rp100 ribu hingga Rp150 ribu setiap harinya.
"Yang bersangkutan mengetahui aktivitas para operator di bawah pengawasannya yang melakukan pungli dengan modus meletakkan kantong plastik atau botol air mineral," ucap Putu.