Sementara, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan pemerintah harus mengevaluasi bantuan yang selama ini sudah diberikan selama pandemi covid-19. Apakah yang diberikan selama ini cukup membantu, atau justru tak cukup efektif bagi dunia usaha.
"Evaluasi juga bantuan ini sebenarnya sampai tidak ke mereka, apakah cukup," kata Eko.
Evaluasi penting dilakukan agar pemerintah memiliki pertimbangan kuat insentif mana saja yang harus ditambah, dipertahankan, atau bahkan dihapus karena tak efektif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dilihat, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp744,75 triliun untuk penanganan kesehatan pemulihan ekonomi akibat pandemi covid-19. Untuk dunia usaha, pemerintah mengalokasikan Rp62,83 triliun.
Beberapa insentif yang diberikan, seperti PPh 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final UMKM DTP, pembebasan PPh 22 impor, pengurangan angsuran PPh 25, pengembalian pendahuluan PPN, dan penurunan tarif PPh badan.
Sementara, pemerintah juga mengalokasikan dana untuk perlindungan sosial sebesar Rp187,84 triliun. Subsidi gaji yang sedang dikaji oleh pemerintah untuk buruh di sektor non esensial dan critical di wilayah PPKM level 3 dan 4 menjadi salah satu program perlindungan sosial.
Subsidi gaji akan diberikan kepada pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta per bulan. Pekerja akan mendapatkan bantuan tunai sebesar Rp500 ribu per bulan selama dua bulan, sehingga total bantuan yang akan diterima sebesar Rp1 juta.
Meski sudah banyak menyiapkan program insentif untuk dunia usaha dan bantuan bagi buruh, tapi rasanya memang selalu kurang. Maka itu, pemerintah harus mengevaluasi bantuan dan insentif yang diberikan secara berkala.
"Pemerintah juga harus menyalurkan bantuan secepat-cepatnya, baik untuk buruh dan pengusaha, UMKM," ucap Eko.
Selain itu, pemerintah harus berdiskusi dengan pengusaha mengenai bantuan apa lagi yang mereka butuhkan. Pasalnya, nasib buruh juga bergantung dengan pelaku usaha.
Ia mencontohkan pemerintah sudah menambah insentif dengan menanggung PPN bagi penyewa toko di mal untuk periode Juni sampai Agustus 2021. Namun, bukan berarti beban operasional penyewa toko hilang.
Sebab, penyewa toko masih memiliki beban untuk membayar sewa di mal. Dengan penutupan mal di wilayah PPKM level 4, maka membayar biaya sewa toko akan menjadi sangat berat bagi penyewa toko.
"Ini khususnya ritel, kalau yang sektor makanan masih ada delivery, jadi bisa menolong. Pembebasan PPN tidak cukup," kata Eko.
Pemerintah, sambung Eko, harus ikut menanggung biaya sewa toko di mal. Terlebih, jika PPKM terus diperpanjang lebih dari 2 Agustus 2021 mendatang.
"Harus ada win-win, kalau semakin lama PPKM nya, maka ada konsekuensi," imbuh Eko.
Lalu, Eko mengingatkan pemerintah untuk lebih mendengarkan permintaan buruh. Pasalnya, aksi mogok buruh bisa berdampak pada proses produksi ke depannya.
"Dengarkan buruh dan jaga agar kasus penularan tidak naik," tutur Eko.
Ia mengatakan subsidi upah harus segera dicairkan karena dibutuhkan oleh buruh. Sejauh ini, pemerintah belum juga mengeluarkan aturan terkait penyaluran subsidi gaji periode 2021.
"Uang subsidi gaji bisa didistribusikan dengan cepat, jangan lambat karena mereka (buruh) sudah tertekan ekonomi," jelas Eko.
Sementara, ia mengatakan pemerintah harus ketat dalam menentukan kelanjutan PPKM nantinya. Jika kasus masih tinggi, maka PPKM harus dilanjutkan untuk mengurangi mobilitas dan penularan.
Pemerintah tak bisa asal membuka aktivitas ekonomi ketika kasus sedang tinggi-tingginya. Hal itu berpotensi membuat penularan covid-19 semakin 'keos'.
Sektor kesehatan akan babak belur. Jika ini terjadi, jangan harap ekonomi akan pulih dalam waktu cepat.
"Tidak ada pemulihan ekonomi tanpa pemulihan di sektor kesehatan," tegas Eko.
Menurutnya, pemerintah tak perlu takut kehabisan dana dalam menyalurkan bantuan kepada pelaku usaha dan buruh jika PPKM kembali diperpanjang pada 2 Agustus 2021 mendatang. Pasalnya, pemerintah masih punya ruang untuk menggeser anggaran infrastruktur untuk penanganan pandemi covid-19.
"Kalau mau berhenti dulu pembangunan infrastruktur. Negara lain juga banyak yang memberhentikan pembangunan infrastruktur. Ada opsi itu. Nilainya Rp400-an triliun, besar sekali. Itu cukup," tutup Eko.