Sabar Pengusaha, Butuh Waktu Longgarkan PPKM Level 4
Sejumlah pengusaha berharap pemerintah segera mengakhiri kebijakan PPKM Level 4 dan memberikan pelonggaran aturan bagi operasional bisnis di sejumlah sektor. Itu mereka sampaikan karena sudah tidak kuat lagi menanggung kerugian akibat kebijakan yang sudah berlangsung selama sebulan terakhir ini.
"Kalaupun masih diperpanjang, kami berharap levelnya bisa diturunkan dari PPKM level 4 ke PPKM level 3, khususnya di DKI Jakarta," ungkap Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang, Senin (2/8).
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan selain karena berdampak pada bisnis pribadi, pelonggaran pembatasan diperlukan karena kebijakan ini terlalu bersifat makro.
Menurutnya, pembatasan yang seharusnya dilakukan ada di level mikro atau komunitas terkecil dalam sebuah lingkungan.
"Pembatasan-pembatasan yang diberlakukan selama ini lebih banyak dilakukan di tingkat makro sehingga dikhawatirkan pembatasan akan berkepanjangan akibat penanganan tidak fokus pada dasar atau akar permasalahan," katanya.
Kendati menerima banyak keluhan dari dunia usaha, Presiden Jokowi rupanya belum mau mengabulkan permintaan itu. Kepala negara justru tetap memperpanjang PPKM Level 4 dari semula berakhir pada 2 Agustus kemarin menjadi sampai 9 Agustus 2021.
Kebijakan ini sengaja diperpanjang karena ia melihat PPKM mampu menurunkan jumlah kasus harian corona hingga tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit. Ia mengakui, penurunannya belum maksimal seperti yang diharapkan pemerintah.
Karena itulah, kebijakan itu diperpanjang selama lebih sepekan lagi. Namun, ia mengisyaratkan perpanjangan ini mungkin tidak lama lagi karena pemerintah menyadari masyarakat dan dunia usaha tertekan akibat kebijakan itu.
"Untuk itu gas dan rem harus dilakukan dinamis sesuai perkembangan covid-19 di hari terakhir. Kami tidak bisa membuat kebijakan sama dalam durasi panjang," ucap Jokowi.
Pernyataan Jokowi itu sebelumnya juga sempat tersirat dari informasi yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang pernah memberi sinyal PPKM kemungkinan akan berlangsung pada empat sampai enam minggu.
Ekonom Indef Nailul Huda tidak sepakat PPKM level 4 segera diakhiri. Ia menilai PPKM Level 4 seharusnya masih dilanjutkan sampai lebih dari enam minggu atau lebih lama dari skenario pemerintah. Itu ia sampaikan berdasarkan saran yang pernah diberikan oleh epidemiolog.
"Diprediksi oleh ahli epidemologi kalau bisa sampai September, karena memang 3T-nya masih kurang kencang, sehingga kasus bisa sewaktu-waktu meledak lagi meskipun kasus resmi sudah melandai," ujar Huda kepada CNNIndonesia.com.
Ia mengatakan pemerintah dan pengusaha harus satu pikiran; masalah kesehatan harus diatasi terlebih dulu sebelum PPKM dilonggarkan. Kesamaan pikiran ini harus dimiliki karena saat ini kasus corona di Indonesia masih cukup tinggi.
Data pemerintah, sampai dengan Senin (2/8) kemarin jumlah kasus baru bertambah 22 ribu. Angka itu masih dua kali lipat dari target pemerintah yang ingin menekan kasus penambahan covid sebesar 10 ribu yang mereka patok saat menerapkan kebijakan PPKM darurat beberapa waktu lalu.
Selain karena kasus penularan masih tinggi, Huda menilai pemerintah juga masih belum bisa menggenjot realisasi vaksinasi covid-19 sesuai target sebanyak 1 juta per hari pada Juli dan 2 juta per hari pada Agustus.
Realisasi vaksin 1 juta per hari hanya terjadi pada dua hari di Juli 2021, yaitu 1,08 juta suntikan pada 27 Juli dan 1,12 juta suntikan pada 29 Juli 2021.
Sisanya, realisasi vaksin hanya ratusan ribu per hari. Hal ini mencerminkan target belum terpenuhi secara konsisten. Begitu juga dari sisi pemenuhan stok vaksin dan distribusi ke daerah-daerah.
"Pemerintah sangat lambat sekali dan stok yang ada di lapangan juga tidak dihitung secara cermat. Kemenkes kemarin mengakui salah perhitungan soal vaksinasi ini. Akibatnya ketika banyak orang yang sudah antri vaksin, mereka tidak mendapatkan vaksinnya," jelasnya.
Selain masalah kasus dan vaksin, Huda mengingatkan pelonggaran PPKM baru bisa dilakukan jika indikator-indikator lain, misalnya, jumlah testing meningkat hingga tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit yang menurun drastis.
Dari berbagai pertimbangan ini, menurutnya, PPKM memang belum sepatutnya dilonggarkan pada minggu depan alias masih perlu diperpanjang lagi setelah berakhir pada 9 Agustus mendatang.
Toh, menurutnya, pembatasan setidaknya sudah mulai membuahkan hasil. Maka, lebih baik dilanjutkan dulu sampai kasus benar-benar turun dan semua indikator relatif terkendali serta target-target tercapai.
Lagipula, dari sisi anggaran, menurutnya, 'ongkos' pelaksanaan PPKM yang agak panjang masih lebih irit daripada sebentar-sebentar pemerintah buka tutup kebijakan lagi seperti dulu. Sayangnya, belum ada hitungan pasti terkait ongkos anggaran ini.
"Jika dahulu ketika awal-awal kita sudah lockdown (PSBB) ketat dengan pemberian bantuan yang mungkin hanya membutuhkan anggaran 10 persen dari ongkos saat ini. Tapi jika ditunda dengan tarik rem-gas lagi, maka akan semakin besar pula ongkosnya ke depan," terangnya.