Kementerian BUMN Bahas Rencana KAI Jadi Lead Kereta Cepat
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengatakan telah membahas rencana PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI untuk menjadi pemegang saham mayoritas di konsorsium proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
Saat ini, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk yang menjadi pemimpin konsorsium BUMN dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Porsi saham Wijaya Karya di PSBI mencapai 38 persen.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengakui KAI akan menambah suntikan modal ke PSBI. Hal ini berarti porsi saham KAI di konsorsium proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan meningkat dari saat ini yang sebesar 25 persen.
Lihat Juga : |
"Mengenai suntikan dana KAI, nah dengan suntikan dana tadi lead (pemimpin konsorsium) nya ya KAI," ungkap Arya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (10/9).
Ia tak mengatakan secara pasti kapan KAI akan menambah modal ke PSBI. Hal yang pasti, Arya berharap prosesnya bisa cepat berjalan.
"Semoga cepat jalan, semua sudah kami bahas," imbuh Arya.
Sementara, ia juga menampik bahwa perubahan komposisi saham di PSBI terjadi karena kinerja Wijaya Karya yang menurun sejak 2020.
"Tidak ada hubungan dengan semua itu, yang penting kan ini BUMN juga, sama-sama BUMN. Tidak ada (kaitan) penambahan modal KAI itu karena Wijaya Karya sedang lemah begitu," tegas Arya.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Mahendra Vijaya mengatakan KAI akan menambah modal di PSBI. Hal ini berarti posisi pemegang saham terbesar akan beralih dari Wijaya Karya ke KAI.
"Dari informasi yang kami terima, KAI akan menambah setoran modalnya ke PSBI. Dengan begitu tentu KAI akan menjadi pemegang saham terbesar," kata Mahendra.
Sementara, Vice President Corporate Public Relations KAI Joni Martinus enggan berbicara gamblang terkait rencana penambahan modal saham perusahaan di PSBI. Ia mengatakan informasi ini lebih baik dikonfirmasi ke Kementerian BUMN.
"Silakan dikonfirmasi ke humas Kementerian BUMN karena hal tersebut kewenangan pemerintah," ujar Joni.
Peneliti BUMN Research Group Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) Toto Pranoto mengatakan perubahan komposisi saham mayoritas PSBI berkaitan dengan kinerja Wijaya Karya yang memburuk pada 2020 lalu.
"Wijaya Karya mengalami distress (kesulitan) karena efek pandemi (covid-19) yang menyebabkan kinerja 2020 merosot tajam. Untuk itu posisi leader konsorsium tidak bisa dipertahankan," ungkap Toto.
Mengutip laporan keuangan Wijaya Karya, laba bersih perusahaan anjlok dari Rp2,28 triliun menjadi Rp185,76 miliar pada 2020 lalu. Hal ini karena pendapatan turun dari Rp27,21 triliun menjadi Rp16,53 triliun.
Laba bersih Wijaya Karya semakin merosot pada semester I 2021. Tercatat, perusahaan hanya mengantongi keuntungan sebesar Rp83,41 miliar per Juni 2021, turun 66 persen dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp250,41 miliar.
Namun, kinerja KAI juga tak lebih baik dari Wijaya Karya. Perusahaan justru mencatatkan rugi bersih sebesar Rp454 miliar pada semester I 2021.
Jumlah kerugian itu berkurang dari posisi semester I 2020 yang mencapai Rp1,33 triliun. Pendapatan perusahaan terlihat tergerus tipis dari Rp7,27 triliun menjadi Rp7,21 triliun.
(aud/age)