Mengenal Evergrande yang Bikin Was-was Sri Mulyani
Masalah keuangan raksasa properti China Evergrande menjadi perhatian sejumlah pihak selama beberapa waktu terakhir, tak terkecuali Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyatakan risiko gagal bayar utang Evergrande bisa mempengaruhi stabilitas keuangan di China maupun global.
"Kita harus melihat dengan mewaspadai apa yang terjadi di dalam perekonomian China dengan adanya fenomena gagal bayar dari perusahaan Evergrande ini," ujar Ani, sapaan akrabnya dalam konferensi pers APBN KiTa September, Kamis (24/9).
Berdasarkan informasi yang dilansir CNN, Evergrande adalah perusahaan properti terbesar di China yang didirikan oleh pengusaha Hui Ka Yan pada 1997.
Perusahaan yang berbasis di Shenzhen, China, ini memperkerjakan sekitar 200 ribu orang dan masuk ke dalam daftar Global 500.
Selain properti, gurita bisnis Evergrande juga merambah sektor olah raga lewat Guangzhou Evergrande, taman hiburan melalui Evergrande Fairyland, hingga kendaraan listrik.
Banyaknya kegiatan bisnis menyebabkan perusahaan banyak meminjam uang ke investor. Sayangnya, perusahaan kesulitan untuk mengembalikan.
Selama beberapa bulan terakhir, Evergrande terlilit masalah utang dengan jumlah fantastis US$300 miliar atau Rp4.277 triliun (asumsi kurs Rp14.250 per dolar AS). Kamis ini, berdasarkan data Refinitiv, perusahaan harus membayar kupon obligasi yang jatuh tempo senilai US$83,5 juta.
Hal ini membuat investor resah karena perusahaan dibayangi risiko gagal bayar (default). Pada awal pekan ini, saham perusahaan anjlok hingga ke level terendah dalam 11 tahun ke HK$2,28.
Bahkan, Direktur Pelaksana Departemen Manajemen Aset di Canfield Securities Limites Kington Lin memproyeksi harga saham Evergrande bisa jauh hingga ke bawah level HK$1 jika perusahaan terpaksa menjual sebagian besar asetnya dalam bentuk restrukturisasi.
Sebagian pihak khawatir masalah raksasa real estate China ini akan seperti Lehman Brothers, raksasa perbankan AS yang bangkrut pada 2008 dan memicu krisis keuangan global. Tak ayal, pelaku pasar berharap pemerintah China turun tangan.
Perusahaan sejauh ini sudah menjual bisnis kendaraan listrik dan bisnis layanan properti. Namun, manajemen belum menemukan investor yang berminat.
Selain itu, Evergrande juga telah mencoba menjual menara kantornya di Hong Kong. Perusahaan membeli gedung di Hong Kong sebesar US$1,6 miliar pada 2015 lalu.
Terakhir, Evergrande disebut melakukan pembayaran kupon obligasi domestiknya Rabu (23/9) kemarin untuk meredakan kekhawatiran para investor.
Hengda Real Estate Group mengatakan bahwa perusahaan akan melakukan pembayaran kupon pada obligasi sebesar Shenzhen 5,8 persen pada September 2025. Kupon pembayaran akan dibayarkan sebesar 232 juta Yuan atau setara Rp510 miliar (kurs Rp2.202 per Yuan).