ANALISIS

Jokowi, Suntikan APBN dan 'Cacat' Perencanaan Kereta Cepat

CNN Indonesia
Selasa, 12 Okt 2021 07:33 WIB
Pengamat meminta Jokowi mempertimbangkan lagi penggunaan APBN di proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung karena bisa berisiko. Berikut penjelasannya.
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Untuk itu, Huda mengingatkan agar pemerintah bisa pikir-pikir lagi dalam memberikan APBN ke proyek ini.

"Jangan sampai proyek strategis ini lebih banyak menguntungkan pihak lain, seperti China di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini," tuturnya.

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa peran pemerintah melalui APBN masih besar untuk penanganan dampak pandemi covid-19 dan ini yang harus lebih diutamakan. Maka dari itu, kaji lagi berbagai proyek strategis dan pilih mana yang benar-benar mendesak. Jika tidak, tak perlu memberikan APBN ke proyek tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet juga meminta pemerintah berhati-hati dalam memberikan dana negara ke proyek ini. Sebab, sangat mungkin membebani APBN yang saat ini punya peran besar bagi kehidupan masyarakat, khususnya kalangan bawah di tengah pandemi.

"Ada risiko yang harus ditanggung APBN, umumnya berbentuk goverment contingent liabilities," ujar Yusuf.

Risiko ini membuat pemerintah perlu memberikan jaminan langsung kepada setiap pembayaran klaim dari pembiayaan BUMN yang mengerjakan proyek. Risiko lain adalah arus kas APBN bisa saja tidak lancar karena pengeluaran jadi bertambah untuk proyek ini.

"Pada tahun ini saja, dalam peta risiko fiskal, pembangunan infrastruktur oleh BUMN dikategorikan sebagai dalam kategori risiko yang 'sangat mungkin' terjadi," katanya.

Maka dari itu, rencana memberikan APBN ke proyek sangat perlu dikaji lagi. Apalagi, menurutnya, proyek ini sudah bermasalah sejak dari lahir atau perencanaan.

Dari awal, China melalui proposal yang mereka ajukan, mengajukan kebutuhan investasi proyek hanya US$6,07 miliar. Tapi tahu-tahu di tengah jalan biaya investasi bengkak jadi US$8 miliar.

Dengan masalah itu seharusnya proyek kereta cepat tidak layak disuntik dana negara. Misalnya, proyek tidak mendesak tapi biaya yang dibutuhkan besar. Hal ini bisa membuat kucuran dana negara terlalu besar pada proyek ini.

Sementara ketika beroperasi, pemerintah tidak bisa mengenakan tarif yang sesuai dengan investasi yang diberikan, sehingga berpotensi perlu disubsidi.

"Jika ini tidak terjadi pemerintah perlu melakukan penyesuain anggaran, di tengah ruang anggaran yang terbatas, pemerintah harus memilih proyek ingin dibangun dan tentu dalam menentukan prioritas," terangnya.

Bahkan kalau memang perlu, tidak ada salahnya bila proyek ini ditunda dan kemudian dikaji kembali kelayakannya. Menurutnya, hal ini lebih bijak ketimbang pemerintah salah memberikan kucuran APBN pada proyek yang justru bisa menimbulkan kesenjangan.

(uli/agt)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER