Komisi VII DPR menargetkan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas (Migas) disahkan pada akhir 2022. Percepatan pembahasan dilakukan salah satunya untuk meningkatkan pendapatan sektor migas ke negara.
"Kami berkomitmen untuk mendorong percepatan ruu ini. Insyallah, kami sudah mengobrol dengan teman-teman, apapun caranya akhir 2022 sudah selesai karena masuk 2023 kita sudah sibuk di dapil," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman dalam The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021 di Nusa Dua, Bali, Selasa (30/11).
Maman membeberkan sejumlah isu besar yang akan diatur dalam uu tersebut. Pertama, terkait organisasi pelaksana kegiatan hulu migas dan posisi PT Pertamina (Persero) sebagai holding.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya ingin Pertamina menjadi badan usaha yang betul-betul mandiri, independen dan berdiri tegak," ujarnya.
Kedua, aturan hak partisipasi (participating interest) ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang saat ini sebesar 10 persen. Maman melihat ketentuan yang berlaku saat ini belum memacu BUMD untuk berdiri sendiri dan menjalankan tata kelola yang baik.
"Ada apa? BUMN kecenderungannya hanya sebagai broker. Besok, 10 persen kami akan wajibkan BUMD untuk mencari modal sendiri," jelasnya.
Ketiga, skema kontak bagi hasil seperti penggantian biaya operasi (cost recovery) akan dimasukkan ke dalam undang-undang bukan aturan turunan. Hal ini dilakukan agar investor mendapatkan kepastian hukum.
Lihat Juga : |
"Jangan sampai ganti presiden, ganti menteri, berubah peraturan. Kami mau semua masuk ke uu," jelasnya.
Pembahasan revisi UU Migas sendiri sudah mangkrak selama bertahun-tahun. Rancangan beleid itu sempat masuk pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas pada 2018 dan dibawa ke dalam sidang paripurna pada 2019. Kendati demikian, pembahasan mandek karena pemerintah belum menyerahkan dokumen resmi daftar investarisasi masalah (DIM).
Menurut Maman, pembahasan revisi UU Migas memakan waktu salah satunya karena faktor psikologi politik. Sebagai pengingat, UU Nomor 22 Tahun 2021 tentang Migas beberapa kali digugat di Mahkamah Konstitusi yang berujung pada pembubaran Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).
"Kesepakatan politik kami terakhir di parlemen, kami akan memasukkan pembahasan RUU Migas dalam pembahasan ruu komulatif," ujarnya.
Lihat Juga : |
Selain itu, anggota dewan juga menunggu kesepakatan global terkait transisi energi. Salah satunya, hasil Konferensi Iklim COP26 di Glasgow beberapa waktu lalu.
"Kami tidak mau membahas ataupun menyelesaikan produk RUU Migas sepotong-sepotong. Kami ingin melihat kesepakatan global dulu," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi Budiman Parhusip berharap pengesahan revisi UU Migas nantinya dapat mendorong investasi di sektor hulu migas. Terlebih, waktu untuk mengembangkan dan menambah cadangan produksi terbatas.
"Hal-hal apa yang bisa mempercepat, termasuk perizinan. Bukan hanya perizinan usaha tetapi lahan, perizinan lingkungan hidup bisa fokus dan lebih cepat sehingga kita melakukan investasi bisa lebih cepat," ujarnya.