NFT Bukan Jawaban Milenial Untuk Berinvestasi
Non Fungible Token (NFT) belakangan ini naik daun. Khusus di kalangan anak muda, NFT menjadi topik hangat yang sedang diburu.
Tak jarang, di akun sosial media (sosmed) banyak milenial yang membagikan tangkapan layar (screenshot) pembelian atau penjualan NFT mereka untuk dipamerkan kepada sejawatnya.
NFT sebetulnya bukan barang baru. Itu sudah ada sejak 2014 silam. Namun, NFT baru naik daun akhir-akhir ini karena perdagangan menggunakan aset kripto kian umum dilakukan.
Lihat Juga : |
Di Indonesia sendiri booming NFT diwarnai oleh penjualan koleksi selfie Ghozali Everyday seharga miliaran rupiah. Sontak, mahasiswa dari Universitas Dian Nuswantoro itu pun viral.
Tak hanya Ghozali, koleksi foto koruptor RI yang dijual di OpenSea pun ramai diperbincangkan. Sebuah akun bernama FakePresidente menjual NFT dari Muhammad Nazaruddin, Miranda S Goeltom, Djoko Susilo, Akil Mochtar, Bupati Boul Amran Batalipu, hingga Setya Novanto.
Harga ditaksir dari Rp2,79 juta hingga yang paling mahal 0,09 ETH atau Rp4,15 juta untuk foto NFT Setya Novanto. Walau seperti guyon, namun sejumlah foto koruptor tersebut bahkan sudah mendapatkan penawaran dari pengguna OpenSea.
Lihat Juga : |
Lantas, apakah NFT bisa menjadi lahan investasi bagi kaum milenial?
Perencana Keuangan OneShildt Consulting Agustina Fitria menyebut koleksi NFT mirip dengan mengoleksi benda fisik, seperti lukisan. Hanya saja, kini koleksi berbentuk digital, tidak lagi fisik.
Agustina mengatakan untuk masuk ke pasar NFT, setidaknya ada dua hal yang perlu dipahami. Yaitu, aset kripto sebagai mata uang yang diperjualbelikan dan pemahaman soal NFT itu sendiri.
Menurut dia, kendati NFT dan segala aset digital diklaim menjadi yang paling transparan karena tak dikendalikan otoritas tertentu, tapi standarisasi yang belum terbentuk membuat aset digital masih sulit ditakar nilai wajarnya.
Selain nilai NFT yang ditawar berdasarkan preferensi masing-masing pengguna, fluktuasi aset kripto juga menambah ketidakpastian harga NFT yang dijual atau dibeli.
Lihat Juga : |
Karena itu, Agustina berpendapat NFT tergolong dalam spekulasi, bukan investasi. Karena itu, ia menyarankan hanya uang dingin saja yang digunakan jika ingin masuk ke dunia NFT.
"Saya sih engga berani bilang investasi karena investasi lebih terukur. Ini lebih spekulasi yang benar-benar risikonya tinggi. Bisa saja dapat hasil tinggi tapi harus siap kehilangan juga," katanya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (20/1).
Agustina menambahkan Indonesia memang kerap mengikuti hype atau promosi sensasional global, namun agak telat dibandingkan belahan dunia lain, seperti di AS.
Pemahaman soal NFT yang setengah-setengah juga membuat orang Indonesia menjadi target empuk oknum yang ingin memanfaatkan hype untuk aji mumpung mendulang cuan. Maka dari itu, ia menekankan Anda harus benar-benar paham apa aset atau NFT yang dibeli.
Sebelum masuk dalam spekulasi, ia mengingatkan untuk lebih dulu memastikan kebutuhan finansial lain, mulai dari dana darurat, investasi jangka panjang, asuransi kesehatan, hingga dana pensiun terpenuhi dulu.
Jika pos keuangan tersebut belum terpenuhi, ia tak menyarankan untuk ikut-ikutan membeli NFT.
"Kalau masih ada kelebihan dana masuk ke spekulasi silahkan tapi harus siap kehilangan apa yang sudah ditanamkan di spekulasi itu," terangnya.
Lihat Juga : |