Tega Nian, Jika Harga Pertalite dan LPG 3 Kg Benar-benar Naik
Tega. Satu kata untuk menggambarkan rencana pemerintah menaikkan harga Pertalite dan LPG 3 Kg. Di tengah kesesakan ekonomi akibat pandemi covid-19, pemulihan yang belum benar-benar terjadi sepenuhnya, harga minyak goreng selangit dan langka, pajak pertambahan nilai (PPN) pun dikerek menjadi 11 persen.
Belum lagi, kenaikan harga pangan di bulan puasa dan menjelang Lebaran 2022, mulai dari cabai, daging sapi, daging ayam, gula, hingga beras. Boleh dibilang, tidak ada satu kondisi pun yang menguntungkan masyarakat kelas menengah bawah.
Kalau pemerintah menggelontorkan bantuan sosial (bansos) atau bantuan langsung tunai (BLT) sekalipun, yakin apa cukup menutup ongkos dari kenaikan-kenaikan harga barang lainnya? Yah, sekadar mengingatkan, BLT minyak goreng pun cuma Rp300 ribu untuk tiga bulan.
Kembali ke harga Pertalite dan LPG yang bakal naik, apa kata menteri-menteri Presiden Jokowi?
"Mengenai gas 3 kg itu kami bertahap. Jadi 1 April, nanti Juli, nanti September. Itu semua bertahap dilakukan oleh pemerintah," ucap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Jumat (1/4).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun ikut mengamini. Dia mengakui pemerintah sedang mengkaji kenaikan harga Pertalite dan LPG 3 kg. "Saat sekarang kami masih mengkaji. Nanti sesudah dikaji, akan kami umumkan," kata Airlangga.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai kebijakan pemerintah seperti tidak memiliki empati kepada masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah. Kenaikan harga Pertalite dan LPG 3 kg hanya akan menambah beban masyarakat saat ini.
"Masyarakat miskin sudah tertekan dengan kenaikan berbagai macam barang kebutuhan, namun tetap saja diberikan beban oleh pemerintah," kata Nailul kepada CNNIndonesia.com, Selasa (5/4).
Padahal, sambung Nailul, pemerintah sudah berjanji untuk tak menaikkan harga Pertalite dalam beberapa kesempatan. Tapi, pernyataan itu rupanya cuma omong kosong.
"Tampaknya pemerintah sudah ingkar janji terhadap masyarakat untuk tetap menyediakan Pertalite dan tidak menaikkan harganya," tegas Nailul.
Begitu juga dengan LPG 3 kg. Menurut dia, kenaikan harga LPG non subsidi seharusnya bisa mengompensasi lonjakan biaya pokok LPG 3 kg.
Lihat Juga : |
Apalagi, mengingatkan saja, PT Pertamina (Persero) baru mengerek harga LPG non subsidi dari Rp13.500 menjadi Rp15.500 per kg pada 27 Februari 2022 lalu.
Dengan demikian, pemerintah seharusnya tak perlu mengerek lagi harga LPG 3 kg yang menjadi andalan masyarakat kelas menengah bawah.
Di sisi lain, Nailul melihat sinyal pemerintah sudah tak mampu menanggung beban subsidi LPG 3 kg dan membayar kompensasi BBM ke PT Pertamina (Persero). Pasalnya, harga minyak dan gas (migas) semakin meningkat di tengah perang Rusia-Ukraina.
"Tampaknya pemerintah memang tidak sanggup menanggung beban subsidi yang cukup besar," imbuh dia.
Pemerintah menetapkan belanja subsidi sebesar Rp207 triliun pada 2022. Angka itu turun 16,7 persen dibandingkan dengan outlook 2021 yang hanya Rp248,6 triliun.
Belanja subsidi terdiri dari energi sebesar Rp134,02 triliun dan non energi sebesar Rp72,93 triliun. Khusus subsidi energi, pemerintah mengalokasikan untuk BBM dan LPG 3 kg sebesar Rp77,54 triliun, serta listrik Rp56,47 triliun.
Pemerintah mencatat realisasi subsidi mencapai Rp21,65 triliun pada Februari 2022. Angkanya setara 10,46 persen dari total pagu APBN atau melonjak 75,29 persen dibanding Februari 2021.
Realisasi belanja subsidi meliputi energi sebesar Rp21,64 triliun atau naik 75,23 persen dan non energi sebesar Rp7,42 miliar.
Dalam buku APBN Kita, pemerintah mengungkap kenaikan realisasi subsidi BBM dan LPG 3 kg dipengaruhi harga ICP (minyak mentah RI) yang naik rata-rata 59,91 persen per Februari 2022.
Kemudian, pemerintah juga memiliki utang kepada Pertamina sebesar Rp45,9 triliun pada 2020. Namun, pemerintah baru membayar sebesar Rp30 triliun pada 2021, sehingga masih ada sisa sebesar Rp15,9 triliun.
Belum lagi, jika ditambah dengan hasil audit BPKP yang menyebut bahwa kompensasi yang harus dibayar pemerintah atas biaya BBM meningkat menjadi Rp68,5 triliun. Biaya kompensasi melonjak karena tak ada penyesuaian BBM selama 2021.
Pemerintah, kata Nailul, sebenarnya bisa saja berkorban dengan mengalihkan dana pembangunan ibu kota baru (IKN) untuk menambal subsidi LPG 3 kg yang bukan tidak mungkin membengkak dan digunakan untuk membayar tambahan kompensasi ke Pertamina.
Lihat Juga : |
Jumlahnya lumayan. Pemerintah menyiapkan dana Rp88,54 triliun-Rp92,34 triliun atau 19 persen dari total dana yang dibutuhkan sebesar Rp466 triliun-Rp486 triliun untuk membangun ibu kota baru hingga 2045 mendatang.
Andai pemerintah mau mengalihkan sebagian kecil saja dana tersebut untuk subsidi atau kompensasi energi, mungkin harga Pertalite dan LPG 3 kg tidak perlu naik tahun ini.
"Bahkan sebenarnya dana infrastruktur (kereta cepat Jakarta-Bandung) juga bisa dialihkan ke subsidi masyarakat miskin. Kebijakan pemerintah itu kan pilihan. Jadi, tinggal bagaimana pemerintah menentukan prioritas yang mana," jelas Nailul.