ANALISIS

Waspada, Lonjakan Kemiskinan Mengintai dari Balik Kenaikan Harga di RI

wella andany | CNN Indonesia
Rabu, 20 Apr 2022 06:49 WIB
Ekonom mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai lonjakan angka kemiskinan yang terjadi akibat kenaikan harga sejumlah bahan pokok belakangan ini.
Ekonom mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai lonjakan inflasi yang menghantui ekonomi RI akibat kenaikan harga bahan pokok belakangan ini. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ibu-ibu makin sering mengeluh belakangan ini akibat harga barang pokok kompak naik semua. Apalagi, kenaikan sampai menyentuh harga kerupuk kaleng.

Ikatan Pengusaha Kerupuk DKI Jakarta mengatakan harga kerupuk kaleng eceran di ibu kota akan naik dari Rp1.000 menjadi Rp2.000 per buah mulai 6 Mei 2022.

Juru Bicara Ikatan Pengusaha Kerupuk DKI Jakarta Kemah Mahmud mengaku terpaksa menaikkan harga kerupuk karena terjepit mahalnya harga minyak goreng. Akibatnya, biaya produksi naik 100 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain kerupuk, berbagai bahan pangan, mulai dari minyak goreng, tahu dan tempe, daging sapi, daging ayam, cabai, bawang merah, hingga gula pun kompak naik harga. Belum lagi harga energi mulai dari BBM hingga LPG non subsidi naik menjadi Rp15.500 per kg sejak Februari lalu.

Belum lagi, pajak pertambahan nilai (PPN) juga sudah naik dari 10 persen menjadi 11 sejak 1 April lalu.

Di saat berbagai harga barang naik massal, tak ayal inflasi pun berpotensi melonjak. Salah satu negara yang merasakan dampak dalam inflasi adalah Amerika Serikat (AS) dengan tingkat inflasi tahunan melesat jadi 8,5 persen pada Maret 2022.

Inflasi yang tinggi terjadi karena kenaikan harga sejumlah komoditas di pasar internasional. Kenaikan harga komoditas semakin tinggi sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina pada Februari 2022.

Pemerintah dalam asumsi makro APBN tahun ini sudah mematok target inflasi di kisaran 3 persen plus minus 1 persen. Namun, apa benar inflasi bisa terjaga atau RI malah akan mengikuti jejak nasib AS dkk?

Direktur Eksekutif Core Indonesia Muhammad Faisal memprediksi inflasi RI bakal melonjak di level 5 persen, jauh lebih tinggi dari prediksi pemerintah. Lonjakan tersebut ia proyeksi terjadi jika pemerintah jadi menaikkan harga bensin Pertalite dan gas LPG 3 kg.

Bila kedua komponen tersebut yang notabene merupakan barang konsumsi mayoritas masyarakat menengah ke bawah naik, maka tak ditutup kemungkinan inflasi melesat ke level 5 persen.

"Kalau Pertalite dan gas LPG 3 kg naik, bisa jadi (inflasi) setinggi 5 persen dan yang kita tidak bisa prediksi adalah expected inflation. Ekspetasi inflasi yang bisa melebihi riil inflasinya sendiri," jelas dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (19/4).

Namun, ia menilai inflasi RI dalam waktu dekat belum akan setinggi AS di level 8,5 persen atau Uni Eropa di kisaran 6 persen.

Di sisi lain, Faisal mewanti-wanti soal dampak domino yang bisa menimpa Indonesia jika inflasi tak terkendali di saat daya beli belum pulih. Peringatan dampak itu terutama untuk kalangan menengah ke bawah.

Ia menuturkan isu kesenjangan akan kian mengemuka. Dan itu katanya, tak hanya menimpa sektor ekonomi saja.

Kalau dibiarkan, itu bisa memicu ketidakstabilan politik dan sosial.

Ekonom Indef Eko Listiyanto menyebut inflasi kian terasa di tengah jelang lebaran. Maklum, pada masa ini siklus tahunan; harga barang naik selalu terjadi. Tapi bedanya, tahun ini diperparah oleh isu geopolitik dan pemulihan ekonomi dari pandemi.

Oleh karena itu, ia melihat hingga usai Lebaran inflasi bisa menembus 3,5 persen dari posisi 2,6 persen per Maret 2021. Menurutnya, kenaikan barang pokok dan PPN secara serentak berkontribusi pada kenaikan inflasi sebesar 1 persen.

Karena pemicunya bertambah dan berasal dari faktor eksternal, Eko mengatakan inflasi bisa jadi tak serta turun usai Lebaran seperti yang terjadi pada momen pasca Idulfitri sebelumnya. Terutama, jika pemerintah benar menaikkan harga Pertalite, listrik, dan LPG.

Walau begitu, Eko menilai inflasi RI belum akan 'membalap' AS, Uni Eropa, dan kawan-kawan. Alasannya, konsumsi di Indonesia masih terbatas.

"Apakah bisa sampai seperti AS 8,5 persen atau Eropa dan Inggris yang cukup tinggi? Sepertinya belum ke sana, karena level konsumsi kita sebetulnya terbatas," terang Eko.

Eko mewanti-wanti inflasi Indonesia bisa tembus 5 persen jika pemerintah tak menahan kenaikan harga energi, dari gas, listrik, hingga bensin.

"Itu yang harus diwaspadai, kalau keseluruhan naik bisa saja seperti di AS tembus 5 persen kalau semua naik," katanya.

Selain menahan agar harga energi tak naik, ia menilai pemerintah juga harus menjaga ketersediaan untuk menghindari skenario terburuk seperti yang terjadi di komoditas minyak goreng. Menurut dia, ketika pasokan di pasar langka, maka otomatis harga bakal melambung.

Lalu, Bank Indonesia (BI) juga perlu berperan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, terutama terhadap dolar AS. Eko menjelaskan jika nilai rupiah terdepresiasi, maka harga barang yang diimpor pun ikut naik.

Jangan lupa, berbagai pangan dasar Indonesia saat ini masih diimpor, dari kedelai, bawang merah dan putih, hingga daging sapi serta kerbau.

Ia menuturkan pemerintah juga harus transparan akan windfall atau durian runtuh pendapatan negara di tengah tingginya harga komoditas saat ini. Dari sana, ia menilai pendapatan lebih yang didapat bisa digunakan untuk mensubsidi kebutuhan energi masyarakat.

"Pemerintah harus transparan berapa windfall yang didapat, selama ini yang disampaikan menteri-menteri itu bebannya saja tapi sebenarnya dari pajak ekspor dan macam-macam itu ada peningkatan," tutur dia.

Tambah Masyarakat Miskin

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER