Cerita Jasko Ujang dan Nastar-nastar Dwi yang Meroket Jelang Lebaran
Lebaran tinggal menghitung hari. Untuk menyambut hari raya ini, banyak orang mulai berbondong-bondong melakukan persiapan seperti membeli baju baru, masak makanan khas lebaran, hingga belanja kue kering.
Nah, tradisi tersebut menjadi peluang bagi para pelaku usaha makanan, kue kering, pakaian hingga hampers untuk meraup keuntungan.
Seperti dirasakan oleh Dwi (36), seorang ibu rumah tangga di Bogor misalnya. Dia mengaku meraup berkah dari tradisi itu.
Sehari-harinya, Dwi memang menjual jajanan seperti puding, risoles hingga donat. Namun berkah lebaran ia manfaatkan dengan membuka bisnis baru.
Selain menjual jajanan tersebut, Dwi juga membuka pre-order kue kering. Usaha kecil itu dilakoninya sejak 2018.
Kepada CNNIndonesia.com, Dwi menuturkan usaha ini berangkat dari hobinya membuat kue kering. Dari situ dia terus konsisten membuka pesanan kue kering hingga Ramadan tahun ini.
Modal awal yang dibutuhkan oleh Dwi dalam membuka pre-order kue kering merek Mamada ini sebetulnya tidak terlalu banyak.
"Ya sekitar Rp800 ribu sampai Rp1 jutaan," katanya, Senin (25/4).
Dari modal tersebut dia memproduksi kurang lebih 40 hingga 50 stoples kue kering. Harganya pun bervariasi. Untuk kastengel ukuran 500 gram, dia menjual sebesar Rp80 ribu.
Kue kering jenis putri salju ukuran 500 gram dijual sebesar Rp75 ribu, nastar sebesar Rp80 ribu dan kurma coklat seberat 500 gram dibanderol senilai Rp75 ribu per stoples. Dia menjual produk kue keringnya melalui grup Whatsapp.
Dari jualan itu, dia mendapatkan keuntungan sebesar Rp15 ribu hingga Rp20 ribu per stoples. Selain menjual secara satuan, Dwi juga menjual kue kering dalam bentuk paket. Satu paketnya bisa terdiri atas2 hingga 3 stoples.
"Kue kering yang paling banyak dipesan itu nastar dan kastangel. Kalau yang paketan itu biasanya pada request paket isi kastengel, nastar dan putri salju," tutur Dwi.
Hasil keuntungan itu, nantinya akan dipakai Dwi untuk modal usaha pada Ramadan tahun depan, dan sebagian lagi untuk uang saku saat mudik Lebaran.
Cerita yang sama juga dituturkan oleh Ujang, seorang pengusaha pakaian muslim jenis jasko (jas koko) asal Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia mengaku memanen banyak keuntungan selama Ramadan.
Ujang menuturkan sudah menjalani usaha pakaian muslim sejak 2015. Namun karena pakaian muslim seringkali identik saat Ramadan, dia lebih banyak menerima pesanan hanya di bulan puasa.
"Keuntungannya pasti signifikan, karena kan produk kami produk musiman yang cuma ramai di bulan tertentu, kemudian secara pasar juga kita untuk menengah ke atas," kata Ujang.
Berbeda saat hari biasa yang hanya menjual 1 kodi per hari (1 kodi = 20 buah), kala Ramadan Ujang bisa menjual 10 kodi per harinya.
Lihat Juga :EDUKASI KEUANGAN Kiat Hindari Buntung Akibat Robot Trading |
Modal yang ia butuhkan saat Ramadan pun jauh lebih besar dibandingkan hari biasa, yaitu sekitar Rp300 juta hingga Rp500 juta.
Ujang mengatakan secara permintaan pelanggan lebih fokus ke warna dibandingkan dengan model pakaian.
"Kebanyakan request-nya di warna. Warna yang paling diminati itu putih, abu-abu, dan hitam. Untuk warna-warna itu bisa produksi 10 kali lipat dibandingkan warna lain seperti merah maroon atau navy," tutur Ujang.
Banyaknya permintaan pada bulan puasa ini, juga membuat Ujang terpaksa menolak permintaan dari pelanggan, paling tidak 20 persen dari jasko yang diproduksinya saat Ramadan.
"Kita nolak karena barangnya sudah gak ada," tuturnya.
Di musim Ramadan ini, Ujang meraup omzet hingga 300 persen dari hari biasa. Nantinya, hasil omzet itu akan digunakan untuk menunjang usahanya seperti ekspansi hingga mengeluarkan model jasko terbaru.
"Insha Allah nanti setelah Syawal (1 bulan setelah lebaran) kami mau rilis 3 model jasko baru," katanya.