Pendiri Bukalapak Ungkap Sebab Banyak Startup di Indonesia Tumbang

CNN Indonesia
Selasa, 28 Jun 2022 14:57 WIB
Banyak perusahaan rintisan (startup) tidak kuat untuk bertahan karena kurang disiplin dalam menata keuangan. (CNN Indonesia/Yuliyanna Fauzi)
Jakarta, CNN Indonesia --

Founder sekaligus pemegang saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) Ahmad Zaky mengungkapkan banyak perusahaan rintisan (startup) tidak kuat untuk bertahan karena kurang disiplin dalam menata keuangan.

"Banyak perusahaan (startup) tidak kuat atau kurang survive karena mereka tidak membangun culture atau mereka kurang disiplin terhadap keuangan dan eksekusi," ungkap Zaky dalam konferensi pers secara daring, Selasa (28/6).

Ia mengatakan startup terkenal dengan istilah bakar duit. Namun, bakar duit sendiri terdiri dari dua jenis.

Pertama, bakar duit yang tak menghasilkan apapun. Kedua, bakar duit untuk menjaring pengguna.

"Manajemen yang baik bisa mengukur, investasi (bakar duit ini) hasilnya apa," imbuh Zaky.

Menurut dia, kesuksesan startup bukan bergantung dari sektor usaha apa yang dijalankan, melainkan bagaimana manajemen menata perusahaan dengan baik.

"Semua sektor (tahan krisis), tapi fokus harus pada manajemen. Manajemen ini berkontribusi besar. Kalau manajemen bagus, disiplin, maka akan survive di era manapun," jelas Zaky.

Sebelumnya, startup sempat ramai diperbincangkan karena beberapa perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Perusahaan itu adalah JD.ID, LinkAja, dan Zenius. Mereka melakukan PHK karena mengubah model bisnis agar lebih efisien ke depan.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda curiga fenomena ekonomi bubble burst sedang melanda industri startup di Indonesia. Terbukti, satu per satu perusahaan mulai jatuh.

Bubble burst bisa diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi, tetapi juga diiringi dengan kejatuhan yang relatif cepat.

"(Bubble burst ini adalah) ekonomi di suatu industri tumbuh terlalu cepat tapi perusahaan yang jatuh juga terlalu cepat dan banyak. Jadi pertumbuhannya terlalu eksponensial," ungkap Nailul.

Nailul melihat startup di Indonesia tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, hal itu tak seiring dengan perusahaan pendanaan atau yang disebut venture capital.

"Kalau saya memandangnya bisa ke bubble burst, semakin banyak startup digital tapi perusahaan pendanaan tidak eksponensial," terang Nailul.

Tak hanya itu, perusahaan pendanaan juga lebih selektif untuk menanamkan modal di suatu startup sekarang. Dengan demikian, peluang startup mendapatkan investor juga tak semudah sebelumnya.

"Jadi venture capital sudah selektif karena mau genjot keuntungan. Lihat saja contoh SoftBank kan sudah rugi banyak dari investasi di beberapa startup," tutur Nailul.

Selain itu, venture capital juga mulai wait and see karena The Fed yang terus mengerek suku bunga acuan hingga akhir 2022. Hal itu berpotensi mempengaruhi Bank Indonesia (BI) dalam mengatur suku bunga acuan di RI.

"Ketika ada kebijakan pengetatan uang (suku bunga acuan naik), maka aliran dana dari venture capital ikut terbatas. Mau pinjam ke bank pun pasti bunga mahal kan, makanya pasti akan selektif dalam pemilihan startup yang akan didanai," jelas Nailul.



(aud/dzu)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK