Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan proyeksi ekonomi Indonesia di paruh kedua 2022 tergantung pada beberapa hal.
Termasuk di dalamnya, bagaimana kelanjutan proses pemulihan ekonomi yang dilihat dari berbagai indikator, seperti penjualan riil, keyakinan konsumen, Purchasing Managers Index (PMI), dan inflasi.
"Indikator inflasi menjadi penting karena ini akan mempengaruhi kondisi daya beli masyarakat dan kita tahu kondisi daya beli masyarakat akan mempengaruhi seberapa tinggi Pertumbuhan dari konsumsi rumah tangga di sisa akhir 2022," imbuh Yusuf.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut peluang inflasi berada pada batas atas dari range prakiraan pemerintah itu cukup besar. Pasalnya, melihat dari inflasi terakhir di Juni 2022 itu memang relatif tinggi, apalagi jika dibandingkan dengan posisi yang sama di tahun lalu yang hanya mencapai 1,33 persen (yoy).
Ia juga memperkirakan pada semester II tahun ini tekanan terhadap kenaikan harga barang dan jasa masih berpeluang terjadi. Mengingat beberapa kebijakan pemerintah sudah mulai berjalan, seperti misalnya kenaikan harga pertamax dan juga tarif listrik.
"Belum lagi jika kita berbicara intervensi bantuan pemerintah. Jika asumsinya pemerintah tidak menyalurkan bantuan tambahan di tengah kenaikan inflasi yang tinggi maka ini saya kira akan sekali lagi menekan daya beli masyarakat," sambung Yusuf.
Oleh karena itu, ia memprediksi inflasi Indonesia bisa menyentuh angka 4,5 persen (yoy) pada akhir tahun. "Proyeksi sementara kami masih berada di kisaran 4 persen sampai dengan 4,5 persen. Namun kami akan melakukan penyesuaian angka kembali, mengikuti situasi," kata Yusuf.
Lihat Juga : |
Untuk angka inflasi, sabung dia, jika dibandingkan dengan negara-negara lain memang ini terjadi gap yang cukup signifikan. Terlebih, bila bandingkan dengan inflasi di negara-negara maju seperti AS.
Titik inflasi di Negeri Paman Sam memang relatif cukup tinggi jika dibandingkan dengan pencapaian inflasi di Indonesia. Namun, hal itu tidak bisa dikomparasikan begitu saja karena struktur ekonomi AS dan Indonesia jelas berbeda.
"Sekali lagi bahwa perlu diketahui perbedaan struktur ekonomi antara satu negara dengan negara yang lain yang kemudian memang mengharuskan kita perlu hati-hati dalam melakukan komparasi termasuk di dalamnya komparasi angka inflasi," tandas Yusuf.