PT Bukalapak.com Tbk buka suara terkait kabar keterkaitannya dengan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Perusahaan mengatakan memang pernah ada kerja sama dengan ACT. Namun, semuanya sudah berakhir sejak Juli 2019.
"Perlu kami tegaskan, bahwa Bukalapak telah menghentikan semua kerja sama dengan ACT sejak Juli 2019," tulis Bukalapak melalui keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (7/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka menegaskan kegiatan pengumpulan dana yang ada di platform Bukalapak saat ini dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai lembaga nirlaba yang kredibel, mematuhi ketentuan dokumen legalitas, serta lulus seleksi dan pemeriksaan internal perusahaan.
Bukalapak mengaku berkomitmen untuk menjadi perusahaan tech enabler yang beroperasi dengan good governance dan mendorong persatuan dan kesatuan bangsa.
"Yang tentunya hanya akan bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang mengusung nilai yang sama dengan misi perusahaan," sambung Bukalapak.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengindikasikan transaksi yang diduga berkaitan dengan aktivitas terorisme oleh lembaga kemanusiaan ACT.
PPATK telah menyerahkan hasil pemeriksaan transaksi ACT ke beberapa lembaga aparat penegak hukum, seperti Densus 88 Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Transaksi mengindikasikan demikian (untuk kegiatan terorisme). Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Ivan mengaku pihaknya juga menemukan sejumlah transaksi berkaitan dengan penyalahgunaan dana untuk kemanusiaan yang dihimpun tersebut. Salah satunya digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi yayasan itu.
"Indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang. Sudah kami serahkan hasil analisisnya kepada aparat penegak hukum sejak lama," ujarnya.
Setelah polemik ACT bergulir, Kementerian Sosial mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada ACT tahun ini.
Pencabutan izin ACT dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi, 5 Juli 2022.
"Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut", kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.
Pelanggaran ACT salah satunya terkait pengambilan donasi sebesar 13,5 persen. Hal itu dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.
Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi "Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan".
Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.
"Angka 13,7 persen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen. Sementara itu, PUB Bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul," demikian keterangan Kemensos.
(mrh/agt)