Segendang sepenarian dengan Faisal, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira membenarkan jika APBN masih sanggup menyokong subsidi energi. Pasalnya, hingga Mei 2022 APBN surplus Rp130 triliun yang diperoleh dari booming harga komoditas, termasuk lonjakan harga minyak mentah.
Dengan surplus itu, pemerintah sebaiknya memprioritaskan program pengendalian inflasi. Salah satunya, menambah alokasi dana kompensasi dan subsidi energi.
"Dana kompensasi yang belum dibayarkan ke Pertamina, seharusnya diberikan dulu oleh pemerintah. Jadi tidak mengganggu cash flow (Pertamina)," kata Bhima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab itu, ia berharap surplus APBN agar dikelola dengan baik dan tidak digunakan untuk pos yang tidak urgent seperti mengebut sejumlah proyek.
"Yang urgent sekarang adalah menjaga stabilitas inflasi agar tidak seperti negara lain, Amerika Serikat dan Eropa yang inflasinya sudah tinggi," imbuhnya.
Pada kesempatan itu, ia mengatakan banyak cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk menambal subsidi energi.
Selain dari surplus APBN, pemerintah juga bisa melakukan pemangkasan belanja infrastruktur terutama yang masih dalam proses perencanaan.
Kemudian, realokasi dari dana PEN yang belum terserap, memangkasan belanja rutin seperti belanja pegawai dan belanja barang juga bisa dilakukan untuk menambal subsidi.
"Dana PEN yang belum terserap itu bisa juga untuk menambal subsidi energi. Jadi banyak cara, mulai dari penghematan hingga realokasi. Pemerintah harus menjaga inflasi, jangan sampai ini menjadi beban dalam pemulihan ekonomi khususnya kelas menengah ke bawah," ujar Bhima.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (persero) Nicke Widyawati mengatakan harga BBM Indonesia yang tergolong murah masih kalah dibandingkan dengan Malaysia.
ini karena subsidi yang digelontorkan oleh Pemerintah Malaysia kepada Petroliam Nasional Berhad (Petronas), perusahaan minyak dan gas milik Malaysia, lebih besar daripada yang digelontorkan Indonesia.
"Petronas subsidinya jauh lebih besar dari Indonesia. Makanya harga jual BBM-nya itu lebih murah karena minyak yang digunakan Malaysia, Amerika, dan Indonesia dipatok berdasarkan minyak dunia. Sama saja sebenarnya," ujarnya.
Diketahui, harga BBM di Malaysia untuk tipe Ron 95 atau setara pertamax plus memang lebih murah daripada pertalite.
Mengutip laman globalpetrolprices.com, BBM RON 95 di Malaysia saat ini dijual dengan harga 2,05 ringgit per liter atau setara dengan Rp6.964 (asumsi kurs Rp3.397 per ringgit Malaysia).
Sementara BBM RON 97 harganya 3,91 ringgit per liter yang setara dengan Rp13.283.