Kapan Warga Sumba Bisa Merdeka Antre BBM Subsidi?

Christine Novita Nababan & Dinda Audriene | CNN Indonesia
Jumat, 19 Agu 2022 07:31 WIB
Di Sumba, dari barat daya, tengah, hingga ke timur, antrean BBM bersubsidi jadi makanan sehari-hari warga. Mereka berebut tempat dengan para pengecer. (CNNIndonesia/Christine Nababan).
Tambolaka, CNN Indonesia --

Warga Jabodetabek seperti 'kebakaran jenggot' ketika pasokan Pertalite langka di sejumlah SPBU Pertamina. Banyak pihak menduga, memang persediaan BBM bersubsidi Pertamina itu mulai kritis, sehingga penyalurannya dibatasi.

Tapi di banyak SPBU di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), banyak warga terbiasa mengantre BBM bersubsidi Pertalite ataupun Solar, hingga 7-8 jam lamanya. Antrean mengular bukan baru ini saja terjadi. Mereka sudah biasa menjalani hari-hari mengantre bertahun-tahun lamanya.

Victor, sopir angkutan pariwisata di Tambolaka, Sumba Barat Daya, mengaku biasa terbangun pukul 04 WITA setiap hari hanya demi memarkirkan Innova miliknya di SPBU Waitabula. Dengan cara tersebut ia mengantre untuk mendapatkan Pertalite.

Lalu, ia melanjutkan tidurnya kembali ke rumah dan baru kembali ke SPBU sekitar pukul 09 WITA untuk memajukan kendaraan roda empatnya 'melahap' Pertalite seharga Rp7.650 per liter. Harga tersebut mampu membuat Victor meraup untung dari profesinya sebagai sopir turis.

Pernah sekali waktu Victor bangun kesiangan, terpaksa ia membeli Pertamax di harga Rp12.500 per liter. Membeli Pertamax di Sumba bak karpet merah, anti-antre.

"Daripada beli Pertalite Rp10 ribu per liter di pinggir jalan, lebih baik mobil saya sekali-kali pakai Pertamax," ujarnya saat bicara dengan CNNIndonesia.com, Kamis (11/8).

Tidak cuma Victor, Endi, pengemudi truk juga rela mengantre berjam-jam lamanya demi mendapat Solar subsidi. Pria yang mengangkut beras di truknya tersebut harus legowo jika tak ingin tongpes. "Sudah biasa. Kalau beruntung bisa cepat antrenya 2-3 jam saja," imbuh dia.

Sebagian lain warga hingga turis memilih mengisi Pertalite di pinggir jalan seharga Rp10 ribu per liter. Dengan cara ini, mereka mengaku tidak perlu mengantre panjang di SPBU. "Lagipula jumlah pengecer sudah bejibun. Nggak mau buang waktu antre," tutur Yanti, turis lokal.

Memang, di sepanjang jalan dari Tambolaka hingga Waikabubak dan Waingapu, pengecer BBM bersubsidi ramai menjajakan botolan Pertalite. Jarak mereka berjualan bahkan hanya 100 meter. Tak jarang mereka berdagang di depan dan samping SPBU Pertamina.

"Ada yang beli pak jualan dekatan dengan SPBU Pertamina?" tanya saya kepada salah satu pengecer di depan SPBU Waitabula, Tambolaka.

"Banyak. Siapa yang mau antre? Kalau motor isi kan maksimal 3 liter, daripada mengantre berjam-jam. Itu pun, mereka harus bersaing dengan orang-orang yang beli untuk menimbun," ungkap pria setengah baya yang enggan menyebutkan namanya.

Ia juga menolak memberi informasi terkait keuntungan yang bisa diperolehnya dalam sehari atau sebulan. Yang pasti, ia mengaku bisa meraup untung paling sedikit Rp2.500 per liter dari menjual Pertalite.

Ketika CNNIndonesia.com menemui salah satu petugas SPBU Waitabula, ia mengaku antrean kerap terjadi karena pasokan Pertalite dibatasi. Dia juga membenarkan banyak orang yang datang itu-itu saja. Ini berarti, warga sendiri yang menimbun BBM bersubsidi untuk dijual kembali.

"Siapa yang bisa marah. Tidak ada yang mengawasi. Tapi kan pasokannya memang terbatas, jadi ya rebut-rebutan warga sendiri," keluhnya pasrah tanpa mau berbincang lebih jauh.

Di SPBU pusat kota Waingapu, petugas setempat mengatakan pasokan Pertalite memang tidak banyak. Tak heran banyak warga rela mengantre berebut 'minum' BBM bersubsidi.

Kuota Terbatas


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :