Startup fintech Xendit memutus hubungan kerja (PHK) terhadap 5 persen karyawannya di Indonesia dan Filipina.
Tessa Wijaya, Chief Operating Office Xendit, mengatakan perusahaan melakukan pertimbangan matang sebelum mengumumkan PHK.
"Ini adalah keputusan yang sulit, tetapi kami membutuhkannya untuk mengoptimalkan bisnis kami untuk jangka pendek dan panjang," ujarnya, mengutip dealstreetasia.com, Rabu (5/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan Business Times, para karyawan Xendit yang terkena PHK akan diberi kompensasi yang layak dan perpanjangan asuransi kesehatan serta dukungan alumni.
Layanan pembayaran business-to-business (B2B) itu pernah mendapat valuasi di atas US$1 miliar pada 2021 lalu setelah mendapat sokongan dana sebesar US$150 juta dalam pendanaan Seri C dari Tiger Global.
Pada Mei, Xendit mendapat tambahan modal lagi sebesar US$300 juta dari Coatue dan Insight Partners.
Xendit memiliki lebih dari 900 karyawan per Agustus 2022. Pada Mei lalu, Xendit mengatakan transaksi tahunannya tumbuh dari 65 juta menjadi 200 juta selama 2021.
Sementara itu, total nilai pembayaran naik dari US$6,5 miliar menjadi US$15 miliar di mana klien Xendit mencakup Traveloka, Wise, dan Grab.
Xendit pernah mendeklarasikan diri sebagai layanan pembayaran B2B pertama yang menyandang status unicorn di Indonesia.
Istilah unicorn digunakan untuk mendeskripsikan perusahaan privat yang telah mengantongi valuasi lebih dari US$1 miliar.
Sedangkan, valuasi startup merupakan nilai ekonomi dari bisnis yang digeluti suatu perusahaan rintisan.
Valuasi biasanya dijadikan acuan untuk mengukur seberapa besar potensi bisnis sebuah perusahaan.
Sebelumnya, startup di Asia Tenggara tengah menghadapi masa-masa sulit karena investor lebih berhati-hati untuk memberi pendanaan dan menekankan profitabilitas. Beberapa perusahaan teknologi, termasuk Shopee dan foodpanda juga telah melakukan PHK demi menghemat dana.