ANALISIS

Melihat Seberapa Terang Benderang RI di Tengah Gelapnya Ekonomi Global

tim | CNN Indonesia
Kamis, 13 Okt 2022 07:00 WIB
IMF menyebut Indonesia menjadi titik terang saat ekonomi dunia suram, karena pertumbuhan tinggi dengan stabilitas politik dan fundamental ekonomi yang kuat.
IMF menyebut Indonesia menjadi titik terang saat ekonomi dunia suram, karena pertumbuhan tinggi dengan stabilitas politik dan fundamental ekonomi yang kuat. (CNN Indonesia / Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Dana Moneter Internasional (IMF) dan sejumlah lembaga internasional meramal resesi global bisa terjadi pada 2023 mendatang.

Sinyal resesi muncul seiring dengan kebijakan moneter bank sentral yang terus mengerek suku bunganya demi menekan inflasi.

IMF pun memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh 3,2 persen tahun ini atau turun nyaris separuh dari capaian tahun lalu sebesar 6,1 persen. Sedangkan pada tahun depan, diperkirakan hanya 2,9 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati demikian, Managing Director IMF Kristalina Georgieva menyebut Indonesia menjadi titik terang saat ekonomi dunia suram. Hal tersebut ia ungkapkan saat bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan Kristalina memberikan apresiasi kepada Indonesia yang meraih pertumbuhan tinggi dengan kondisi stabilitas politik dan fundamental ekonomi yang kuat.

"#Indonesia remains a bright spot in a worsening global economy (Indonesia tetap menjadi titik terang dalam ekonomi global yang memburuk)," tulis Kristalina dalam akun Instagram pribadinya.

Kepercayaan diri terhadap ekonomi Indonesia juga diungkapkan oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Ia bahkan mengatakan Indonesia tidak berpotensi mengantre untuk bantuan IMF.

Menurutnya, kondisi Indonesia lebih stabil dibanding 28 negara lainnya yang akan menjadi pasien IMF

"Kemarin ibu Menkeu (Sri Mulyani) mengatakan sudah 28 negara yang antre masuk IMF. Kita jauh dari itu. Kita mungkin salah satu negara yang terbaik pada hari ini," ujar Luhut.

Lantas, seberapa tahan banting kah perekonomian Indonesia?

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita menyebut puji-pujian bahwa Indonesia masih menjadi titik terang di tengah ekonomi global yang suram hanya lip service, alias ucapan di bibir saja.

"Sebenarnya ini kan lip service, yang didasarkan atas diraihnya pertumbuhan ekonomi kita secara komparatif. Dibanding negara-negara maju, raihan pertumbuhan ekonomi 5 persen memang tinggi. Tapi tidak berarti kita tidak rentan," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/10).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,4 persen pada kuartal II 2022, memang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi AS yang menyusut ke 0,6 persen pada periode yang sama.

Dibanding Inggris, ekonomi RI pun mutlak unggul. Ekonomi Inggris pertumbuhannya turun ke level 0,1 persen pada kuartal II 2022. Namun, menurut Ronny membandingkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang dan negara maju kurang tepat, sehingga tidak bisa menjadi tolok ukur.

Ia mengatakan secara moneter Indonesia masih sangat rentan terhadap ancaman resesi. Hal ini pun tercermin dari inflasi yang meningkat.

Selain itu, ancaman kini datang dari nilai tukar rupiah. Mata uang Garuda tercatat kian melemah hingga menyentuh level di atas Rp15 ribu per dolar AS. Per Rabu (12/9), Rupiah berada di posisi Rp15.357 per dolar AS. Level rupiah saat ini merupakan yang terlemah sejak April 2020.

"Jadi saya kira prioritas utama saat ini adalah menstabilisasi nilai tukar sembari tetap menjaga cadangan devisa nasional. Untuk itu, langkah soft berupa intervensi via Domestik Non Deliverable Forward (DNDF) semestinya menjadi prioritas utama, karena menggunakan rupiah," kata Ronny.

Bukan cuma itu, pemerintah juga perlu menjaga surplus neraca perdagangan agar supply dolar tetap terjamin. Jika memungkinkan, kata Ronny, ekspor pun perlu dimasifkan.

"Ini bisa dilakukan untuk sementara waktu, terutama saat rupiah masih belum menembus Rp15.500 per dolar, untuk menjaga supply dolar. Karena, jika intervensi terlalu keras, seperti capital control atau pengenaan tarif impor, justru bisa menurunkan konfidensi investor atas Indonesia," sambungnya.

Predikat Titik Terang Masih Bisa Berubah

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER