Sementara itu, Direktur Celios Bhima Yudhistira mengungkap ada tiga penyebab banyak dana pemda yang terparkir di bank.
Pertama, siklus anggaran yang tidak berubah dari tahun ke tahun karena pemda tidak memiliki sense of crisis bahwa belanja penting untuk mendorong perekonomian dan menciptakan lapangan kerja. Hal ini tercermin dari anggaran yang umumnya dihabiskan menjelang pergantian tahun.
"Jadi, siklus anggaran yang nggak berubah. Semua ditumpuk di akhir tahun, Oktober, November, Desember, baru dilakukan eksekusi pencairan anggaran," kata Bhima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini bisa kita lihat nanti datanya, karena sudah masuk Desember baru dana diambil dari bank untuk belanja-belanja yang sebetulnya hanya seremonial, yang penting anggarannya bisa terserap. Nah, perilaku ini lah yang harus diubah," sambungnya.
Kedua, pemda disinyalir menikmati bunga deposito dari dana yang disimpan di perbankan tersebut. Padahal, sikap ini tidak baik bagi kondisi daerah maupun banknya sendiri.
"Ini menjadikan bisnis perbankan menjadi kurang sehat karena akhirnya menanggung beban biaya bunga yang cukup tinggi," jelasnya.
Ketiga, perjanjian pencairan dana dengan para kontraktor yang masih berpola sama dengan sebelumnya, yaitu dilakukan di akhir tahun, sehingga tidak hanya menghambat perekonomian daerah, tapi juga membuat kontraktor terlilit utang.
Karenanya, Bhima berharap pempus bisa memberikan sanksi bagi kepala daerah yang realisasi anggarannya masih lambat dan dana simpanan di bank membengkak.
Misalnya, pemotongan tunjangan, sehingga pasti banyak yang akan mengubah pola pengaturan anggaran yang dimiliki saat ini.
"Kalau dilihat dari anggaran yang kemudian terus klasik pencairan lambat, maka perlu ada sanksi yang lebih tegas lagi kepada kepala daerah. Bila perlu tunjangan dari kepala daerahnya dikurangi atau dipotong," pungkasnya.