ANALISIS

Jokowi, Bansos dan Target Penurunan Kemiskinan Ekstrem 0 Persen

CNN Indonesia
Selasa, 11 Apr 2023 07:40 WIB
Target Jokowi dalam mengentaskan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada 2024 cenderung ambisius dan irrasional. Apalagi yang Jokowi andalkan hanya bansos saja.
Target Jokowi dalam mengentaskan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada 2024 cenderung ambisius dan irrasional. Apalagi yang Jokowi andalkan hanya bansos saja. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan kemiskinan ekstrem hilang atau 0 persen ada 2024. Namun, target tersebut akan sulit dilakukan jika hanya mengandalkan bantuan sosial (bansos) saja.

Target kemiskinan 0 persen itu sebetulnya sudah berulang kali dikemukakan oleh orang nomor wahid di Indonesia sejak 2020. Saat itu, mantan walikota Solo tersebut meminta para pembantunya di Kabinet Indonesia Maju untuk membentuk segala upaya program pengentasan kemiskinan.

Program-program itu antara lain jaminan kesehatan nasional (JKN), program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, bantuan pangan non tunai (BPNT), bank wakaf mikro, hingga dana desa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena itu data tentang siapa dan di mana warga Indonesia ini harus akurat, sehingga program yang dibuat bisa benar-benar disasarkan pada kelompok yang diinginkan," kata Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta pada 4 Maret 2020.

Tiga tahun kemudian, Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali mengobarkan target ambisius tersebut. Ia menyebut momentum perekonomian RI saat ini cukup kuat dan bisa dimanfaatkan untuk terus menjaga pertumbuhan ekonomi di 2023 dan 2024.

Ia menegaskan siap menggelontorkan dana besar demi memuluskan penurunan kemiskinan ekstrem 0 persen itu.

"Ini berarti perlu upaya effort tambahan yang keras dan alokasi anggaran yang disediakan untuk tahun ini dan tahun depan. Untuk itu, dari sisi investasi pemerintah juga perlu untuk meningkatkan dukungan agar investasi meningkat secara signifikan pada tahun ini dan tahun depan," jelas Sri Mulyani di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (20/2).

Sementara itu, Menteri PPN atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mulai realistis akan target tersebut. Ia mengaku pemerintah sulit mengejar target 0 persen kemiskinan ekstrem 2024.

Pasalnya, pemerintah perlu mengentaskan kemiskinan dari 5,6 juta orang di Indonesia. Sebab itu, ia mengubah target penurunan kemiskinan ekstrem menjadi 2,5 persen pada 2024.

Politisi PPP itu mengatakan penurunan tersebut mengacu pada batas garis kemiskinan ekstrem versi Bank Dunia yaitu penghasilan US$2,15 atau Rp32.035 per orang per hari (asumsi kurs Rp14.900 per dolar AS).

"Kalau kami pakai angka US$2,15, maka target kemiskinan ekstrem itu yang sekarang ini ada di level 3,2 persen dan kami mungkin cenderung hanya bisa menurunkan ke 2,5 persen (pada 2024)," katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (5/4).

Menanggapi target ambisius itu, para pengamat ekonomi kompak menilai target Jokowi memang tak realistis. Apalagi, upaya yang dilakukan pemerintah hanya itu-itu saja.

Tak hanya itu, sudah menjadi rahasia umum jika bansos yang diberikan pemerintah disunat oleh para pejabat, dan tidak tepat sasaran.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan bansos yang diberikan pemerintah kerap kali dikorupsi oleh para pejabat. Salah satunya, korupsi yang dilakukan eks menteri sosial Juliari Batubara.

Ia terbukti secara sah menerima suap Rp32,4 miliar dari para rekanan penyedia bansos Covid-19 di Kementerian Sosial.

"Ini diperparah oleh perilaku korup pada penyelenggaraan bantuan sosial. Juliari itu kan cuma salah satu, tapi korupsi bansos cenderung berulang," kata Bhima kepada CNNIndonesia.com, Senin (10/4).

"Sebaik apapun program bansos dan berjilid-jilid, kalau penyimpangan di lapangan cukup marak maka program akan jadi tidak efektif. Cuma dijadikan proyek rutin saja, apalagi jelang pemilu bansos kerap dijadikan sebagai money politic (politik uang) untuk beli suara masyarakat miskin," sambungnya.

Peneliti CELIOS Muhammad Andri Pradana menegaskan target drastis butuh perencanaan yang drastis pula.

Menurutnya, jika tidak ada perubahan radikal dari program-program pengentasan kemiskinan yang dilakukan Jokowi, maka kemiskinan 0 persen bukan lagi ambisius, melainkan sudah masuk ranah irasional.

Andri menilai ironis bahwa pendataan orang miskin saja masih banyak meleset. Pada akhirnya, segudang program bansos yang dibanggakan Jokowi tak menyasar kaum miskin yang benar-benar membutuhkan.

"Kita lihat masih banyak warga miskin yang tidak mendapatkan porsinya dari program-program bantuan sosial pemerintah. Ini menunjukkan proses pengambilan data di level terbawah masih memiliki banyak ruang untuk dilakukan pembenahan karena data yang akurat adalah kunci untuk mencapai program yang efektif dan sesuai dengan esensi kebijakan," jelasnya.

Ia menyarankan pemerintah jangan terpaku untuk mencapai target-target yang terlihat luar biasa di atas kertas, melainkan harus turut berfokus pada substansinya di masyarakat. Jangan sampai malah muncul tindakan-tindakan kontra produktif yang dilakukan pemerintah.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal blak-blakan menyebut target Jokowi tidak realistis sejak awal diumumkan. Ditambah, karakteristik bansos yang disalurkan Jokowi berorientasi cash transfer.

"Sejak awal, saya menilai targetnya terlalu ambisius, terlalu tinggi untuk bisa mengentaskan kemiskinan ekstrem apalagi sampai 0 persen. Oleh karena itu, targetnya memang susah untuk dicapai, apalagi dalam waktu singkat dan harus 0 persen targetnya. Sejak awal memang tidak realistis," kritik Faisal.

Faisal menyebut kemiskinan ekstrem adalah rintangan sulit, sehingga dibutuhkan gebrakan yang tidak melulu berfokus pada bansos itu-itu saja.

Ia mengatakan seharusnya pemerintah mampu memberdayakan orang miskin, bukan dijejali dengan bansos berupa uang tunai.

"Programnya sekali lagi bukan hanya fokus ke bansos memberikan cash transfer, tetapi dengan memberdayakan, artinya meningkatkan income mereka. PR besar adalah bagaimana mendorong income, menciptakan lapangan kerja yang cocok bagi masyarakat miskin yang punya karakteristik, misalkan dari pendidikan rendah dan keterampilan terbatas," ungkapnya.



Benahi data masyarakat miskin hingga penciptaan lapangan kerja

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER