Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah berencana membuat status baru Aparatur Sipil Negara (ASN), yakni Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu atau part time.
Hal itu disampaikan oleh Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU ASN Komisi II DPR Guspardi Gaus. Ia menuturkan wacana itu akan dimasukkan dalam naskah RUU tersebut.
"Jika sebelumnya PPPK dulu hanya satu, sekarang ada dua, ada yang full time, ada yang paruh waktu," kata Guspardi dalam keterangannya, Rabu (5/7) lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guspardi menjelaskan PPPK paruh waktu alias PNS part time itu dihadirkan guna mengakomodir tenaga honorer di lingkungan pemerintahan. Maklum, tenaga honorer akan dihapuskan mulai 28 November 2023 mendatang.
Ia mengatakan wacana ini menjadi harapan pemerintah bagi tenaga honorer agar tidak kehilangan pekerjaan. Selain itu, pemerintah bisa menghemat anggaran negara untuk belanja pegawai.
"Ini menjadi win-win solution, kalau paruh waktu tentu anggaran gajinya tidak sama dengan full time, jadi meringankan anggaran negara. Di satu sisi, para honorer ada kepastian dia bekerja di pemerintahan. Ini bagian dari perubahan yang akan dilakukan di revisi UU ASN," jelasnya.
Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak berpendapat segala bentuk status pekerja paruh waktu itu tidak sesuai diberlakukan di lingkungan PNS.
Sesuai UU ASN, kata dia, status ASN cukuplah dua macam saja, yakni sebagai pegawai tetap dan PPPK yang ada saat ini. Payaman menjelaskan pegawai di lingkungan pemerintah sebaiknya pegawai penuh waktu.
Hal ini dilakukan supaya karir pekerja dapat direncanakan dan dibangun. Di samping itu, penguasaannya terhadap misi lembaga tempat dia bekerja menjadi lebih terjamin.
"Pekerja part time lebih cocok di perusahaan swasta dan BUMN," ucap Payaman.
Ia mengingatkan fungsi pemerintahan itu adalah pelayanan publik. Setiap pegawai melekat tanggungjawab kedinasan yang tidak dimiliki oleh pegawai honorer atau pegawai part time."Oleh sebab itu sebaiknya tidak di lingkungan pemerintahan tidak perlu ada pegawai honorer dan PNS part time," imbuhnya.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Tak Serta Merta Tekan Anggaran
Sementara dari sisi anggaran, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan kebijakan PNS part time ini tidak serta merta dapat menekan anggaran belanja pegawai dari APBN.
Menurutnya, kebijakan PNS part time itu bisa menekan belanja pegawai tergantung berapa serapan rekrutmennya. Dengan kata lain, jika serapannya lebih sedikit dari tenaga honorer yang ada sekarang, bisa saja menekan anggaran belanja.
Namun, jika jumlahnya lebih banyak atau sama, tentu anggaran belanja pegawai pun tetap saja bengkak.
"(PNS part time) tidak akan menjadi solusi terhadap proporsi belanja pegawai yang saat ini besar. Hal ini dengan asumsi tenaga kerja yang dipekerjakan melalui program ini sama jumlahnya dengan jumlah tenaga honorer yang bekerja saat ini," terang Yusuf.
"Selain itu asumsi yang juga menyertai dengan statement di atas adalah upah dan tukin yang juga relatif sama," imbuhnya.
Besarnya porsi belanja pegawai dalam APBN memang bukan hal baru. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menyinggung kenaikan tukin PNS membuat belanja negara bengkak pada semester I 2023.
Berdasarkan data yang ia kantongi, belanja kementerian/lembaga (K/L) menyentuh Rp417,2 triliun di pertengahan tahun ini. Angka ini naik dari periode yang sama pada tahun lalu, yakni sebesar Rp393,8 triliun.
Rincian belanja K/L tersebut adalah Rp134,2 triliun belanja pegawai alias naik 11,1 persen, belanja barang Rp147,4 triliun atau naik 2 persen, dan belanja modal menyentuh Rp62 triliun alias tumbuh 8,3 persen.
Yusuf pun menuturkan jika kelak kebijakan PNS part time resmi disahkan, pemerintah harus memperhatikan beberapa hal agar bisa berjalan efektif.
Menurutnya, tupoksi dan tanggung jawab PNS part time harus dibuat secara jelas. Dengan begitu, ketika para pekerja yang melamar pada program ini sudah tahu tanggung jawab apa yang kemudian harus diemban nantinya.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan batasan yang dikerjakan oleh PNS part time. Jangan sampai kemudian program ini digunakan oleh oknum ASN yang tidak bertanggung jawab untuk mengerjakan pekerjaan yang bukan menjadi tupoksi mereka.
[Gambas:Photo CNN]
"Artinya transparansi dan juga pengawasan dari pemberi kerja menjadi penting untuk keberhasilan program ini," kata Yusuf.
Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan batasan antara PNS part time dan PPPK yang sudah ada harus dibuat secara jelas.
Ia menyebut perbedaan jam kerja PNS part time yang lebih singkat harus disikapi dengan perbedaan hak dengan PPPK full time. Agar tidak menimbulkan kecemburuan.
Meski begitu, Nailul tak menampik kalau keberadaan PNS part time ini cukup membingungkan. Bagaimana pun juga PNS part time itu bekerja berdasarkan kontrak waktu, jadi tidak dapat diukur hanya dengan jam.
"Saya rasa implementasi PPPK part time akan sama dengan ASN lainnya. Tentu kerugian sendiri bagi pegawai PPPK part time. Tapi ya pasti akan diambil juga sih karena kan dapat kerja sekarang susah," katanya.
[Gambas:Video CNN]