Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti mengatakan Ebola akan menjadi endemi di Afrika Barat. Hal ini menyebabkan virus mematikan tersebut sulit musnah dari kehidupan manusia. Angka kematiannya bahkan mencapai 70 persen lebih.
“Kita harus siap menghadapi kemungkinan Ebola menjadi endemi di Afrika Barat, sebuah prospek yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan,” kata ahli Badan Kesehatan Dunia (WHO) sesuai yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine.
Ia mengestimasi total kasus Ebola akan mencapai 20 ribu sampai 2 November mendatang. “Jumlah kasus dan kematian akibat penyakit Ebola akan terus meningkat dari ratusan sampai ribuan setiap minggunya dalam bulan-bulan mendatang,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti yang dilaporkan Perhimpunan Bangsa-bangsa (PBB) pada Senin lalu, kematian karena virus Ebola telah mencapai 2.811 dari 5.864 kasus yang ada.
“Kasus Ebola dan kematian yang terjadi jauh lebih tinggi dari yang tertulis pada data yang terhimpun,” katanya. “Banyak orang yang menunjukkan gejala Ebola menghindari pemeriksaan dan perawatan. Banyak pula orang dicurigai terkena Ebola akhirnya meninggal tanpa pernah menjalani pemeriksaan," kata peneliti.
Ketika virus Ebola semakin lambat bermutasi, kasus ini akan tampak berkurang secara stabil karena banyaknya orang yang meningkatkan imunitas mereka. Dengan pengendalian yang baik, para ahli mengatakan Ebola bisa dicegah penyebarannya di populasi manusia. Bila ini dijaga terus menerus, maka Ebola pun bisa menghilang dari kehidupan manusia, dan hanya berkembang di dalam tubuh hewan, yaitu kelelawar buah.
Dalam kasus sekarang, para ahli epidemiologi takut virus ini memperpanjang hidupnya dalam tubuh manusia dan potensial bermutasi sehingga menjadi semakin sulit dilawan. Jeremy Farrar, direktur Wellcome Trust, dan Peter Piot, direktur London School of Hygiene and Tropical Medicine, mengatakan epidemi ini turut menurunkan sistem kesehatan yang memang sudah sangat tidak memadai.
“Orang-orang di Afrika Barat akan lebih banyak menderita karena Ebola. Kematian akan lebih banyak terjadi selama proses melahirkan serta saat mengidap malaria, TBC, HIV-AIDS, penyakit pernapasan, diabetes, kanker, penyakit jantung, dan penyakit mental selama dan setelah epidemi Ebola,” ujarnya.
Adapun, mayoritas pasien yang terserang Ebola berusia 15-44 tahun, dengan komposisi perempuan dan laki-laki cukup seimbang. Angka kematiannya mencapai 70,8 persen. Bila pasien dibawa ke rumah sakit, angka kematian sedikit menurun menjadi 64,3 persen.
Untuk menghentikan epidemi ini, peneliti mengatakan angka transmisinya harus dipotong setengahnya. Dengan begitu, akan ekuivalen seperti memberi vaksinasi pada 50 persen populasi. Beberapa vaksin eksperimental sedang dikembangkan. Meskipun vaksin ini terbukti efektif, vaksin ini tidak akan tersedia dalam jumlah besar selama beberapa bulan mendatang.
Peneliti juga mengamati efek-efek dari penyebaran Ebola. Usia rata-rata orang yang terinfeksi Ebola adalah 32 tahun; 49,9 persen di antaranya adalah laki-laki. Sementara gejala yang ditimbulkan meliputi demam (87,1 persen), kelelahan (76,4 persen), kehilangan nafsu makan (54,5 persen), muntah (67,6 persen), diare (65,6 persen), sakit kepala (53,4 persen), dan nyeri perut (44,3 persen). Sementara pendarahan terjadi sebesar 18 persen.
Orang yang berusia di atas 45 tahun lebih terancam kematian. “Risiko endemi Ebola di Afrika Barat merupakan panggilan bagi kita untuk melakukan pengendalian yang lebih kuat dan pengembangan secara pesat obat dan vaksin baru,” ujar peneliti.