KULINER KOREA UTARA

Rumah Makan Pyongyang yang Penuh Misteri

CNN Indonesia
Selasa, 30 Sep 2014 16:22 WIB
Namanya Pyongyang Restaurant. Tidak hanya menyajikan makanan khas negeri pimpinan Kim Jong-un, tetapi juga menampilkan nyanyian dan tarian tradisional.
Pramusaji menarikan tarian tradisional dalam balutan choson-ot, pakaian tradisional Korut (CNN Indonesia/Yohannie Linggasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengenalan budaya tidak hanya dilakukan melalui film dan musik, tetapi juga makanan. Setidaknya, itulah yang dilakukan Korea Utara. Melalui bisnis restoran, pemerintah Korut menyebarkan nilai-nilai budaya negaranya.

Namanya Pyongyang Restaurant. Restoran bergaya rumahan ini berlokasi di Jalan Gandaria I Nomor 58, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Restoran Pyongyang bukan hanya menyajikan makanan khas negeri pimpinan Kim Jong-un, tetapi juga menampilkan nyanyian dan tarian tradisional.

Semua pramusaji berasal dari Korut. Mereka tersenyum kecil setiap melayani pengunjung, di mana mayoritas merupakan orang asing. Selain ingin menyantap hidangannya, mereka mengaku ingin merasakan pengalaman saat berinteraksi langsung dengan orang Korut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Korut yang sangat tertutup memang menjadi daya tarik Restoran Pyongyang. Tidak banyak orang Korut yang ditemui di Indonesia. Maka tak heran, interaksi dengan pramusaji ini pun menjadi hal yang unik dan menarik.

Pramusaji tampak ramah melayani pengunjung, namun tidak banyak bicara. Mungkin karena kendala bahasa. Sudah setahun lamanya mereka di Jakarta, tetapi tidak banyak kata yang mereka kuasai. Seorang pramusaji bernama Han Su Ryon (25) mengaku belum pernah mengunjungi tempat-tempat wisata di Jakarta.

“Mereka memang tidak banyak bicara. Namun, ketika kedua kalinya kedatangan saya, mereka mulai lebih terbuka,” kata James Kallman dalam Bahasa Inggris, saat ditemui di kala makan malam bersama keluarganya, Sabtu (27/9).

“Saya sangat suka sup ayam ginsengnya. Rasanya lebih enak daripada di restoran lainnya. Masakan Korut sedikit lebih berminyak daripada masakan Korsel,” ujar James. Sementara itu, pengunjung asal Jakarta, Dewi Suryati berpendapat makanan di restoran ini masih bisa diterima lidah orang Indonesia.

Kenalkan seni tradisional Korut

Bila Anda ke restoran Pyongyang pada akhir pekan, Anda berkesempatan menyaksikan pertunjukan berupa nyanyian dan tarian tradisional Korut. Sekitar pukul 20.00, keempat pramusaji yang semuanya perempuan itu langsung bersiap naik ke panggung kecil yang sudah disediakan.

Lukisan air terjun yang berukuran sekitar 1x3 meter menjadi latar belakang pertunjukkan kecil-kecilan ini. Di atas panggung tersedia organ, drum, bass. Keempat pramusaji berseragam biru langsung berubah menjadi pemain band.

Ada yang memainkan organ, ada pula yang menabuh drum. Sementara, dua orang lainnya berduet menyanyikan lagu yang katanya sedang populer di Korut. Pengunjung yang jumlahnya sekitar 15 orang bertepuk tangan menyemangati pramusaji. Usai menyanyikan lagu Korut, mereka lalu menyanyikan lagu Chrisye, Pergilah Kasih.

Mereka juga menyalami penonton dengan sangat ramah sambil bernyanyi. Nyanyian akhirnya selesai, tetapi pertunjukkan belum usai. Setelah menyanyi, seorang gadis Korut tiba-tiba muncul dalam balutan Choson-ot (pakaian tradisional Korut) berwarna merah muda dan hijau terang.

Ia kemudian menampilkan tarian tradisional Korut lengkap dengan peralatan musik mirip gendang. Senyuman tidak berhenti mengembang di wajahnya. “Kami belajar otodidak,” ujar Su Ryon dalam Bahasa Korea saat ditanya bagaimana persiapan pertunjukkan tersebut.

Para pengunjung tampak terhibur terlihat dari tepuk tangan yang menyertai. “Tariannya bagus dan menunjukkan seni tradisi lama Korut yang tidak sekompleks sekarang,” kata James mengomentari.

Sangat tertutup

Para staf di restoran ini tidak banyak memberikan informasi soal kepemilikan restoran ini. Kami berusaha mewawancarai pemilik restoran, tetapi tidak diizinkan. “Pemilik restoran sedang ada di sini, tetapi dia tak akan bicara,” kata salah satu pramusaji di restoran ini, Ko Eun Ha, dalam Bahasa Korea.

Manajer restoran pun bungkam. Ia hanya mengatakan bahwa Restoran Pyongyang juga membuka cabang di Kamboja dan Tiongkok. Raut wajah para pramusaji yang tadinya ramah pun langsung berubah seketika kami mengenalkan diri sebagai wartawan.

Satu hal yang ingin kami tanyakan adalah beban kerja para pramusaji yang begitu banyak. Mereka bukan hanya bertugas sebagai pramusaji, tetapi juga menjadi ‘bintang’ dalam pertunjukkan kecil-kecilan di restoran itu, entah sebagai penyanyi, pemain drum, pemain organ, ataupun penari.

Menurut keterangan juru parkir yang tidak ingin disebutkan namanya, mereka bahkan mencat tembok restoran serta menambal lubang di halaman parkir dengan semen. “Saya tidak boleh membantu mereka dan mereka juga tidak mau dibantu,” katanya.

Su Ryon mengaku tinggal di apartemen Gandaria, tetapi juru parkir tersebut mengatakan para pramusaji ini tinggal di lantai dua restoran. “Saya tidak pernah melihat mereka (pramusaji) pergi dari restoran ini,” katanya lagi.

Si juru parkir juga mengatakan ada empat staf lokal yang bekerja di dapur serta dua koki orang Korut. Sebelumnya, kami sempat menanyakan pada Su Ryon, ada berapa orang yang bekerja di dapur. Su Ryon menjawab dengan ragu-ragu, “Mungkin empat.” Ia juga mengatakan semua staf merupakan orang Korut. Ketidakcocokan jawaban ini menyisakan tanda tanya bagi kami.

Juru parkir juga mengakui adanya pengecekan terhadap restoran ini langsung dari Korut setiap beberapa bulan sekali. “Semua properti di dalam punya negara (Korut). Makanya kalau ada gelas pecah tidak boleh langsung dibuang, tetapi harus disimpan baru dikembalikan ke negara agar diganti yang baru,” ujarnya menjelaskan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER