Jakarta, CNN Indonesia -- Adanya perbedaan sajian di meja makan keluarga Korea Utara dan Korea Selatan dipengaruhi oleh perbedaan iklim, geografis dan perekonomian. Kondisi inilah yang membuat ketersediaan bahan pangan dan cara memasaknya tidak sama.
Meski ada pengaruh dari Jepang dan China, namun kuliner Korea tetap memiliki kekhasan. Yang jelas, Korea bukan bangsa pereguk teh. Mereka lebih suka menyesap minuman gingseng, jahe, anggur. Soal cita rasa pedas, ternyata bukan
native Korea, melainkan warisan dari pedagang dan misioner Portugis sejak empat abad silam.
Tanpa DMZ—garis pemisah—kuliner di Utara dan Selatan boleh dibilang mirip. Terlebih pasca Perang Korea, pada 1948, banyak warga Utara hijrah ke Selatan, sehingga tidak sedikit kuliner Utara yang juga populer di Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KOREA UTARASecara geografis didominasi pegunungan, dengan musim dingin berlangsung lebih lama dan musim panas lebih singkat. Kondisi ini berdampak pada agrikultural setempat.
Nasi tetap menjadi primadona hingga kini. Nasi dan sup daging bahkan sempat menjadi simbol hidangan andalan di retorika Utara. Tidak banyak jenis makanan yang bisa dikonsumsi warga setempat.
Kimchi tidak terlalu pedas dan terbilang langka, apalagi permen dan gulali. Suplai gula sangat terbatas. Tak heran bila gula termasuk bahan pangan mewah. Hanya segelintir orang yang bisa membeli daging kalengan atau sayuran di pasar. Pemerintah Utara menetapkan regulasi pangan yang ketat.
KULINER KHAS:
Naengmyun: Masakan mi kentang ini sangat populer di Utara, terutama Pyongyang. Namun kini juga banyak dijumpai di Selatan.
Jokbal: Masakan babi spesial yang terinspirasi hidangan Jerman, eisbein (acar babi) dan schweinshaze (babi panggang).
Gajami Sikhae: Favorit selama empat abad, si klasik nan representatif ini dibuat dalam porsi besar untuk dibagikan ke saudara, teman, tetangga.
Mandu: Versi dim sum yang orisinal ini memiliki banyak varian. Wang mandu terkenal di Pyongyang. Yang berbentuk persegi lazim di Gaeseong.
Nokdu bindae tteok: Pancake asli Pyongyang. Biasa disajikan dengan anggur beras saat liburan. Juga populer di kaki lima di Selatan.
KOREA SELATANMusim tanam berlangsung lebih lama, bahan pangan pun lebih berlimpah. Dengan pendapatan per kapita lebih tinggi, kualitas juru masak dan restoran pun lebih unggul.
Sejalan perekonomian yang melaju pesat sejak 1960-an, gaya hidup kaum urban Selatan berubah lebih dinamis. Mereka mengganti nasi dengan roti, telur, susu. Meski sumpit masih digunakan, sendok dan garpu tak ketinggalan.
Kimchi merupakan
national dish yang juga dikenal sebagai makanan diet. Ada banyak variasi
kimchi, tergantung kawasan, musim, kegiatan, dan selera si pemasak. Satu keluarga Korea biasa mengonsumsi delapan kilogram kimchi per tahun.
KULINER KHAS:
Kimchi: Ada 200 macam kol di Selatan. Kimchi pun hadir dalam beragam variasi, dan lebih pedas dibanding Utara. Mengandung probiotik, memperkuat sistem imun.
Doenjang jjigae: Stew pasta kedelai dengan kaldu anchovy, ditambah aneka sayuran dan tofu. Kadang ditambah seafood atau daging.
Galbi: Barbeque khas Korea. Daging iga berbumbu, dari babi sampai ayam, dibumbui kecap atau pasta cabai.
Bibimbap: Setumpuk nasi, aneka sayuran, daging, dan telur dadar, yang sangat populer. Ditambah pasta cabai, hmm, nikmat!
Japchae: Setiap bahan baku, dari mi kentang, sayuran sampai daging sapi, dibumbui secara terpisah, sehingga cita rasanya berlapis-lapis. Wajib disajikan saat pesta.
Tteokbokki: Jajanan kaki lima ini terbuat dari beras ketan dengan saus cabai manis pedas.
Samgyupsal: Daging babi panggang berpotongan tebal dipadu soju. Termasuk Korean diet yang rutin dikonsumsi warga setempat.