BANGGA INDONESIA

Kisah Warga Asing yang Terpincut Indonesia

CNN Indonesia
Selasa, 28 Okt 2014 16:46 WIB
Seorang dosen berkata Indonesia punya 'penyakit' xenomania, tergila-gila pada asing. Namun ternyata banyak juga orang asing yang jatuh cinta pada Indonesia.
Warga asing yang mengaku sangat cinta Indonesia (CNN Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang dosen Universitas Padjadjaran pernah berkata, Indonesia punya 'penyakit' xenomania. Tergila-gila pada asing. Namun jika dilihat dari kaca mata sebaliknya, ternyata banyak juga orang asing yang jatuh cinta pada Indonesia.

Salah satunya Robin Dutheil. Pria asal Perancis itu sudah lima tahun tinggal di Indonesia. Ia bahkan berbincang sangat fasih seperti masyarakat lokal. Robin mengaku kerasan di Jakarta. Pertama menginjakkan kaki ke Indonesia, diakui Robin, karena seorang perempuan.

“Tapi saya lalu terkejut. Orang-orang Indonesia ramah, gampang senyum, baik sekali,” ujarnya menyebutkan, saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (28/10). Setelah tak lagi bersama kekasihnya, Robin tetap tak mau beranjak dari Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia justru menginspirasi keluarga dan kawan-kawannya untuk mengunjungi Negeri Khatulistiwa ini. Robin banyak bertualang ke beberapa pulau kebanggaan Nusantara. Ia pernah menjelajah Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Bali. Dari situ, cinta Robin semakin besar.

“Makanannya enak, kebudayaannya luas. Itu bikin saya betah tinggal di sini. Saya banyak makan, banyak belajar, dan makin cinta,” ucapnya. Selain itu, ia juga mengagumi bahasa Indonesia. Menurutnya, tutur kata orang Indonesia sangat halus dan imut.

Namun, pria 29 tahun itu mengaku ada beberapa hal yang tidak ia suka dari Indonesia. “Korupsi, KKN, dan macet,” katanya menyebutkan dengan singkat dan tegas.

Takut pada azan

Pengalaman Robin berbeda dengan Lee Youngil, Hwang Dohyeon, Lim Hyunsan, dan Park Inhyeok. Mereka, empat pria Korsel yang menamakan diri Kindonesia. Diakui Lee dan Hwang , rasa cinta mereka pada Indonesia tak serta merta tumbuh. Mereka sempat mengalami gegar budaya.

Sebab, budaya Korsel dan Indonesia dirasakan sangat berbeda. Pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia, mereka kaget. “Di Korsel, tidak banyak yang beragam Islam. Sejujurnya saya sempat takut mendengar suara azan dan melihat orang-orang pakai jilbab,” kata Lee.

Citra negatif soal Islam yang berkembang memengaruhinya. Hwang pun berpendapat, “Awalnya, saya merasa aneh melihat orang pakai jilbab, tetapi sekarang sudah terbiasa.”

Setelah lama bergaul dengan orang Indonesia, Lee yang pernah menetap di Depok melihat betapa toleransi sangat dijunjung tinggi di Indonesia. “Ternyata perbedaan bisa diterima dengan baik di sini,” katanya. “Orang-orang Indonesia ternyata baik,” Hwang menambahkan, dalam bahasa Korea.

Keduanya bahkan bermimpi tinggal di Indonesia. Hwang mengatakan, dirinya ingin lebih banyak belajar bahasa Indonesia setelah urusannya di Korsel usai. “Saya masih harus banyak belajar budaya Indonesia yang sangat beragam,” ujar Hwang.

Mereka juga memuji nasionalisme orang Indonesia. Menurut Lee, nasionalisme orang Indonesia terlihat dari hal-hal kecil. Misalnya, bangga menggunakan kaus bertuliskan “I love Indonesia”. “Kalau di Korsel, tidak akan ada yang mau memakai kaos 'I Love Korea'. Saya pun tidak akan pakai, malu soalnya,” kata Lee, kemudian tertawa.

Bagai rumah

Indonesia juga memikat hati Sacha Stevenson, perempuan asal Kanada yang juga sudah lama tinggal di Indonesia. Baginya, Indonesia bagai rumah. Meski tak suka dengan kebiasaan membuang sampah sembarangan serta menyogok, Sacha senang bergaul dengan orang Indonesia.

“Jakarta mungkin tak terlalu indah dibandingkan kota lain, tetapi saya suka orang-orangnya yang sangat bervariasi. Jakarta sangat menarik, orang jenis apapun ada di sini,” kata Sacha.

Berwisata di Indonesia juga lebih mudah baginya. Sebab, harga tiket pesawat dan akomodasi cenderung lebih murah dibanding Kanada. Mau berwisata lewat jalur darat pun mungkin dilakukan.

“Saya pernah naik bus ekonomi ke Medan, naik kereta api sampai ke Bali. Kalau di Kanada, hal ini agak sulit dilakukan,” ujar perempuan yang menetap di Indonesia sejak usia 19 tahun ini.

Kepeduliannya terhadap Indonesia bahkan membuat dirinya lebih mahfum hukum Indonesia daripada Kanada. “Saya belajar banyak soal kehidupan di sini,” ujarnya menambahkan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER