PAHLAWAN DALAM DOMPET

Sebelum Para Pahlawan Muncul di Uang Kita

CNN Indonesia
Senin, 10 Nov 2014 10:48 WIB
Di Museum BI Anda dapat melihat langsung replika ruang brankas penyimpanan stok emas negara Indonesia. Keamanan ruang brankas dibuat dengan 3 lapis pintu baja.
Jejak-jejak mata uang di Indonesia terdokumentasi dengan rapi di Museum BI. (CNN Indonesia/ Donatus Fernanda Putra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bila Anda tengah memiliki waktu luang, sempatkanlah berkunjung ke Museum Bank Indonesia yang terletak di kawasan Kota Tua, Jakarta. Di museum ini Anda bisa mengenal serta mempelajari sejarah singkat dari rupiah Indonesia.

Jejak-jejak mata uang di Indonesia terdokumentasi dengan rapi di Museum BI. Di sebuah ruang pameran yang cukup luas, Anda dapat melihat bermacam uang yang pernah beredar di Indonesia. Mulai dari koin-koin emas di zaman kerajaan hingga uang kertas modern yang dipakai hingga saat ini.

Mungkin tak pernah terbayang dalam benak Anda bahwa ternyata pada sekitar abad ke-15 silam uang yang beredar masih menggunakan logam seperti emas dan tembaga murni sebagai bahan bakunya. Bahkan saat sistem barter masih berlaku, di Kerajaan Buton, sepotong kain tenun nilainya sama dengan sebutir telur ayam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di masa penjajahan, Indonesia sempat menggunakan mata uang dari Kerajaan lain seperti Real Spanyol dan Gulden Belanda. Setelah kemerdekaan barulah Indonesia memiliki mata uang sendiri bernama Rupiah.

[Gambas:Video CNN]

Dahulu uang kertas yang beredar di Indonesia terbagi dalam tiga seri yakni seri bunga dan burung, seri pekerja, dan seri pahlawan nasional. Hanya seri pahlawan nasional yang hingga kini jamak dijumpai.

Meski desain uang kertas seri pahlawan nasional didominasi gambar wajah Soekarno, namun beberapa pahlawan lain juga turut menghias uang kertas rupiah. Tercatat tokoh seperti Soedirman, Kartini, Hamengku Buwono IX, dan Ki Hadjar Dewantara pernah diabadikan wajahnya dalam uang kertas.

Perjalanan berliku rupiah

Perjalanan menuju disepakatinya rupiah sebagai mata uang tunggal di Indonesia ternyata tidak mudah. Hal ini terlihat dari adanya pecahan mata uang ORIDA atau Oeang Republik Indonesia Daerah.

ORIDA sengaja dicetak oleh daerah-daerah sebagai pengganti rupiah yang belum bisa merata peredarannya. Di museum ini Anda dapat melihat lembaran-lembaran ORIDA dari berbagai daerah seperti Banten dan Sumatera.

Ada juga potongan uang kertas sisa hasil kebijakan moneter dari Menteri Keuangan, Syafruddin Prawiranegara pada 1950. Kondisi perekonomian yang tengah terpuruk membuat Syafruddin mengeluarkan kebijakan yang cukup fenomenal, yakni menggunting uang kertas menjadi dua bagian.

Guntingan bagian kanan tidak berlaku sebagai alat pembayaran namun dapat ditukar dengan obligasi, sementara guntingan bagian kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran dengan nilai setengahnya.

Ratusan koleksi uang ini tertata apik dalam meja-meja kaca khusus yang juga dilengkapi dengan kaca pembesar. Pengunjung pun dapat melihat lebih detail dari setiap lembar mata uang.

Tak hanya itu, berbagai mata uang negara asing baik dari negara di Benua Eropa maupun Benua Amerika juga tersimpan rapi dalam rak-rak khusus di ruangan yang sama.

(Baca juga: Alasan Money Changer Tolak Si Kumal)
(Baca juga: Mereka yang Berjasa di Dalam Dompet Kita)

Menelusuri Museum Bank Indonesia


Bila masih haus akan cerita sejarah uang, di bagian depan Museum BI terdapat sebuah ruang khusus yang menyajikan diorama asal-usul alat tukar. Di sini Anda akan melihat patung dua orang pria yang tengah mengangkat puluhan karung berisi rempah-rempah dari bumi Nusantara.

Ya, pada masa lalu rempah-rempah Indonesia seperi lada, pala, cengkih, dan kayu manis memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Konon nilainya setara dengan emas. Inilah yang membuat banyak pelaut dari Eropa berbondong-bondong berlayar untuk mencari rempah-rempah ke Indonesia.

Selain koleksi mata uang dari masa lalu, di Museum BI pengunjung juga dapat melihat langsung replika ruang brankas penyimpanan stok emas negara Indonesia. Ratusan emas batangan seberat masing-masing 13,5 kilogram ditumpuk dan ditata dalam sebuah kotak kaca.

Tentu bukan kaca biasa melainkan kaca setebal 65 sentimeter yang dipesan khusus oleh Bank Indonesia. Keamanan ruang brankas pun dibuat sangat ketat dengan 3 lapis pintu baja.

Dari keterangan tertulis yang ada di ruang tersebut, BI berani menjamin keamanan simpanan emasnya. BI mengklaim bahkan tuyul pun tak akan bisa menerobos ketatnya pengamanan emas tersebut.

Kunjungan singkat ke Museum Bank Indonesia memberikan pelajaran yang berarti. Setiap rupiah yang kini disimpan dalam dompet ternyata memiliki perjalanan panjang yang berliku. Tak berlebihan rasanya bila dikatakan butuh pertumpahan darah sebelum rupiah menemukan bentuknya seperti sekarang ini.

"Unik, ternyata uang di Indonesia terus berganti di setiap periode sejarah," ujar Adrian (30), salah satu pengunjung museum, Sabtu (8/11).

Museum BI sendiri buka setiap hari kecuali Senin mulai pukul 08.00 hingga 16.00. Jika datang di hari Sabtu atau Minggu pengunjung tidak dikenakan biaya tiket masuk. Selain menjadi destinasi wisata sejarah uang, di sini pengunjung juga dapat menikmati arsitektur bangunan kolonial yang khas.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER