Jakarta, CNN Indonesia -- Sampah merupakan hal yang selalu dihasilkan manusia setiap hari. Menurut data Waste4Change, banyaknya sampah di Jakarta bila dikumpulkan selama dua hari akan menyamai luasnya Candi Borobudur. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Waste4Change Bijaksana Junerosano.
Sano, begitu ia kerap disapa, mengatakan perlunya pemilahan sampah rumah tangga agar memudahkan proses daur ulang. Setidaknya, sampah harus dipisah menjadi tiga, yaitu sampah organik, anorganik, dan kertas.
Barulah nanti dipilah lagi menjadi lebih rinci. Sayangnya, menurut Sano, belum semua orang Indonesia paham akan pentingnya pemilahan ini. Padahal, dengan melakukan hal kecil ini, sudah berarti banyak bagi pengelola sampah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, masalah lainnya, apabila sampah sudah dipilah berdasarkan jenisnya, tukang angkut sampah cenderung mencampurkannya kembali. Hal ini membuat usaha pemilahan yang dilakukan jadi sia-sia. Melihat permasalahan ini, Sano memberikan beberapa saran.
"Yang pasti, tetap pisahkan sampah yang organik dan anorganik. Yang organik misalnya bahan-bahan sisa memasak. Sementara sampah anorganik misalnya wadah pembungkus makanan dan botol plastik," kata Sano di konferensi pers The Body Shop, di Plaza Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (3/12).
Sano menjelaskan sampah organik dapat didaur ulang menjadi pupuk kompos. Menurut Sano, diubahnya sampah jadi pupuk kompos dapat mengurangi jumlah sampah hingga 70 persen. "Kalau sudah jadi kompos, nanti bisa jadi pupuk untuk tanaman taoge atau pohon cabai di rumah," kata Sano.
Namun, bila tidak punya waktu untuk membuat pupuk kompos, maka Sano menyarankan agar sampah itu diletakkan di depan rumah dalam keadaan terbungkus untuk diangkut tukang sampah. Namun, tetap harus dalam kondisi terpisah dari sampah anorganik.
Untuk sampah anorganik, Sano menyarankan agar dijual kembali agar memberikan nilai ekonomis atau diberikan kepada yang membutuhkan.
"Jangan menaruh sampah anorganik di depan rumah, karena nanti akan dicampurkan dengan sampah organik oleh tukang sampah," katanya.
Ia menambahkan, "Bila tidak mau dijual, berikan ke pemulung saja. Satu kilogram botol plastik senilai dengan Rp 3 ribu." Pilihan lainnya yaitu dengan membuat kerajinan tangan dari sampah-sampah anorganik tersebut. Hasilnya bisa dipakai sendiri atau dijual.
(win/mer)