Jakarta, CNN Indonesia -- Desember adalah bulan perayaan. Di bulan ini, Natal dan Tahun Baru menjadi momen yang sangat dinantikan. Ini adalah saatnya Anda berkumpul dengan keluarga dan teman bertukar cerita.
Rumah Anda akan penuh keriuhan bahagia, canda-tawa keluarga dan sahabat. Namun, bagi orang-orang dengan gangguan langka misophonia, acara kumpul bersama seperti itu melahirkan kecemasan dan ketakutan.
Orang dengan misophonia membenci suara tertentu, disebut suara pemicu, yang merespons stres, kemarahan, kejengkelan, dan dalam kasus yang ekstrem, amarah dengan kekerasan. Pemicu umumnya seperti bunyi makan seseorang, suara mencepak, suara mengeklik pena, mengetuk, dan mengetik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suara-suara tersebut mendorong orang dengan misophonia menghindar dari pertemuan keluarga sama sekali. Yang terburuk, perasaan agresi semakin kuat ketika suara tersebut berasal dari orang-orang yang memiliki hubungan emosional dengan penderita, seperti anggota keluarga.
“Saya belum pernah makan dengan orang tua saya, setidaknya tanpa penyumbat telinga, selama satu dekade lebih,” kata Meredith Rosol (25) guru yang didiagnosis misophonia dua tahun lalu, setelah bertahun-tahun mengalami hipersensitivitas suara, seperti dilansir dari laman
Independent, Selasa (16/12).
“Saya masih berusia enam tahun, hal itu dimulai saat orang tua saya mengunyah di meja makan,” katanya mengenang. Daftar pemicu kian bertambah. Suara mengunyah (terutama makanan renyah), mengetuk, mengetik, napas berat, sendok garpu berdentingan, kaki menyeret.
Bahkan, pemandangan tertentu, seperti kaki gemetar dan gelisah mulai menjengkelkannya. Di sekolah, suara khas di kelas, kapur menggores di papan tulis, dengungan radiator, membuatnya merinding.
Istilah misophonia yang berarti kebencian pada suara tercipta pada 2000 silam. Merujuk pada orang yang membenci suara-suara tertentu. Masing-masing orang memiliki rangsangan bervariasi.
Menurut pengidap misophonia, rangsangannya seolah mendapat hantaman tinju di perut. Ada juga yang merasa seperti tersengat lebah berulang kali.
Pada 2013, sekelompok psikiater Belanda meletakkan misophonia sebagai gangguan jiwa sendiri. Meskipun misophonia adalah istilah baru, ribuan orang menggambarkan gejalanya selama bertahun-tahun.
Sebagian malah bergabung mencetuskan kelompok dukungan online seperti Kelompok Sensitivitas Suara Yahoo dan Misophonia subreddit di Reddit.com.
Apa penyebab kondisi tersebut, tak seorang pun secara pasti tahu. Akibatnya, pengobatan standar kerap diberikan. Namun, para ahli tampaknya setuju, orang dengan misophonia tidak terganggu dengan suara dari diri mereka.
“Kadang tanggapan mereka terlokalisasi pada orang tertentu, seperti suara mengunyah ibu mereka, bukan saudara mereka,” kata Miren Edelstein dari University of California di San Diego.
Edelstein melakukan penelitian kecil. Dia mewawancarai sejumlah orang yang teridentifikasi mengalami misophonia. Dia menemukan hadirnya emosi terganggu karena suara yang muncul dalam situasi tertentu.
Misal, mereka tidak keberatan dengan suara mengunyah atau mengetik diri sendiri. Atau, suara yang dibuat binatang atau bayi. Seperti halnya Rosol, guru anak-anak autis. Dia tidak terpicu oleh suara dari murid-muridnya, bahkan di kantin yang ramai.
(win/mer)